Kata keadilan berasal dari akar kata adil, kata dimaksud mendapat tempat yang sangat terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kata “ADIL” hampir selalu muncul dan kita dengar dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Fenomena sudut pandang ketidakadilan pada aktivitas penegakan hukum saat ini dirasa belum memberikan keadilan yang sebenarnya sepanjang hukum yang ditegakkan oleh aparatur penegak hukum itu belum merupakan konstruksi yang mencerminkan rasa keadilan, demikian pula, kebebasan, kesetaraan dan kesamaan dalam memperoleh kesempatan sebagaimana yang dijanjikan oleh hukum. Hukum hanya benar dalam bingkai norma-norma yang abstrak dan masih dalam tataran retorika-retorika teoritik belaka. Hukum yang seharusnya berfungsi sebagai pengayom masyarakat yang memberikan rasa keadilan melalui aparat penegak hukumnya, dirasa belum mampu menunjukkan fungsi utamanya. Hukum dan keadilan merupakan dua sisi yang menyatu, karena keadilan adalah nilai-nilai abstrak yang perlu perwujudan dalam bentuk hukum. Sebaliknya hukum tidak dapat dikatakan hukum, jika tidak mampu mewujudkan nilai-nilai keadilan yang telah dirumuskan sebelumnya olek masyarakat di mana hukum itu berlaku, hukum bukan lahir untuk dirinya sendiri melainkan bekerja untuk menatakelola munculnya kemaslahatan dan keadilan di tengah masyarakat. Penegak hukum pada hakekatnya sebagai hukum yang hidup, karena di tangan penegak hukum itulah skema-skema hukum itu menjadi hidup, di tangan penegak hukum itulah hukum mengalami perwujudannya.
Penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya dihadapkan kepada struktur birokrasi hukum modern yang semakin formal dan komplek. Sebagai penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan advokat) merupakan simbol yang melambangkan pekerjaan yang dilakukannya. Sebagai makhluk Tuhan, para penegak hukum adalah manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dalam semua sisi kehidupan yang melekat pada dirinya yang menyebabkan kemampuan yang dimilikinya menjadi sangat terbatas. Meskipun demikian dalam pelaksanaan tugas di masyarakat, para penegak hukum sering dihadapkan pada situasi yang secara konsisten justru dapat mengakibatkan arah berbalik yaitu terciptanya ketidaktertiban dalam masyarakat, tentunya dalam hal ini para penegak hukum dituntut secara kreatif, arif dan bijaksana untuk mampu mengatasi problema yang penuh dengan resiko, baik resiko fisik maupun psikis.
Menjawab atas permasalahan tersebut di atas :
1. Bahwa proses dan kualitas penegakan hukum menjadi faktor yang sangat penting dan menentukan;
2. Dengan proses dan kualitas penegakan hukum yang baik dan adil diharapkan akan tercipta kehidupan masyarakat yang baik dalam suasana saling menghormati menurut prinsip-prinsip hukum yang berlaku;
3. Untuk memunculkan kemaslahatan (rasa keadilan) dalam merumuskan ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam realitas masyarakat yang terus berkembang saat ini penegak hukum harus melakukan perubahan mind set, budaya tertib kerja melalui peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan public, professional, proporsional dan akuntabel dalam artikulasi reformasi birokrasi.
Untuk mengakselerasi perihal dimaksud para penegak hukum mempunyai tugas mempelajari metode dan prinsip yang sesuai dengan konteks hukum yang kompatibel dengan nilai-nilai kemaslahatan (sosial) dan keadilan melalui pendekatan agama yang bersifat universal dan mutlak. Untuk mengaitkan dan menghubungkan kandungan agama dengan konteks kemaslahatan (sosial) mesti diapresiasi dalam setiap aktivitas penggalian hukum di masyarakat melalui dinamisasi interpretasi hukum. Pada prinsipnya, hukum lahir bukan dalam ruang yang kosong dan tidak bekerja untuk dirinya sendiri. Sebaliknya ia tumbuh dan berkembang untuk menebar kemaslahatan dan keadilan di tengah kehidupan masyarakat. Untuk merealisasi tujuan luhur ini sangat dibutuhkan dalam merumuskan ketentuan hukum begitu pula penempatan temuan hukum dalam arti melakukan reformasi hukum sesuai konteks realitas adalah bentuk lain dari penerapan nilai-nilai etis yang amat dianjurkan dalam ajaran agama. Agama dengan nalar logika manusia menjadi sangat menarik dimaknai secara teologis untuk memunculkan diktum-diktum hukum yang sangat dibutuhkan para penegak hukum sebagai garis panduan (guide line). Hasil dinamisasi interpretasi hukum ini dapat terintegrasi ke dalam nilai-nilai etika sehingga dapat memantulkan keharmonisan di tengah-tengah masyarakat.
Akumulasi paradigma ini secara keseluruhan masuk dalam dinamisasi interpretasi hukum yang diakselerasikan melalui keteladanan yang nyata dari pimpinan sampai individu anggota dalam arti membumikannya moralitas, etika dan karakter dengan agama sebagai medianya. Agama dan penegak hukum adalah dua hal yang saling berinterelasi dalam proses pembentukan moral personilnya, agama bersifat transendental dan absolut serta tugas para penegak hukum sebagai pelayan masyarakat merupakan anugerah dan berkat Tuhan. Dalam arti agama sebagai pedoman (guide line) untuk membimbing tugas-tugas penegak hukum menuju jalan yang benar sesuai rambu-rambu Tuhan di mana perilaku para penegak hukum menjadi cerminan sesuai konteks realitas yang merupakan penerapan nilai-nilai etis. Hasil dinamisasi interpretasi hukum ini dapat terintegrasi ke dalam nilai-nilai etika sehingga dapat memantulkan keharmonisan di tengah-tengah sosio kultural masyarakat (karakter/moralitas) serta terjalinnya hubungan simbiosis antara manusia (para penegak hukum) selaku mandataris dengan Tuhan selaku pemberi mandat (amanat). Sehingga akan tertata sistem politik yang sehat, penegakkan hukum yang adil, kesejahteraan masyarakat yang makin merata dan penghargaan masyarakat atas nilai, norma, hukum dan konstitusi yang sudah disepakati bersama (demokrasi) menuju jalan yang benar sesuai rambu-rambu Tuhan, sebagai bentuk perwujudan aparat penegak hukum dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.