PERJANJIAN KERJA (KONTRAK
KERJA)
MENURUT UU No. 13 Tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN
Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No.13/2003
tentang Ketenagakerjaan adalah
perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat syarat kerja, hak,
dan kewajiban para pihak.
Menurut pasal 54 UU
No.13/2003, Perjanjian kerja yang
dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin,
umur, dan alamat pekerja/buruh
c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai dan jangka
waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal
perjanjian kerja dibuat;
dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Pada dasarnya untuk
menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap
sah atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi empat syarat;
·
kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya
·
kecakapan untuk membuat
suatu perikatan
·
suatu pokok persoalan
tertentu
·
suatu sebab yang tidak
terlarang
Pasal 52 ayat 1 UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
juga menegaskan bahwa :
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
·
kesepakatan kedua belah
pihak
·
kemampuan atau kecakapan
melakukan perbuatan hukum
·
adanya pekerjaan yang diperjanjikan
·
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, danperaturan perundang
undangan yang berlaku.
1.
1. Menurut
bentuknya
a) Berbentuk
Lisan/ Tidak tertulis
·
Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis,
namun kontrak kerja jenis ini
tetap bisa mengikat pekerja dan
pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.
·
Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan
fatal yaitu apabila ada beberapa isi kontrak kerja yang
ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan
secara tertulis sehingga merugikan pekerja.
b) Berbentuk
Tulisan
·
Perjanjian yang
dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila
muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan
dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan
yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.
·
Dibuat dalam rangkap 2
yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing buruh dengan pengusaha
harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal
54 ayat 3 UU 13/2003).
1.
2. Menurut
waktu berakhirnya
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan kontrakadalah perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungankerja dalam
waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
·
didasarkan atas jangka
waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu
·
dibuat secara tertulis
dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker (Permenaker No.
Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan sebagai
perjanjian kerjawaktu tidak
tertentu
·
dalam Bahasa Indonesia dan
huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan Bahasa
Indonesia sebagai yang utama;
·
tidak ada masa
percobaan kerja (probation),
bila disyaratkan maka perjanjian kerja BATAL
DEMI HUKUM (Pasal 58 UU No. 13/2003).
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Berdasarkan Pasal 1
angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja yang
bersifat tetap. Pekerjanya sering
disebut karyawan tetap
Selain tertulis, PKWTT
dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari
intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika
PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan
adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur
lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa
percobaan, Perusahaan wajib membayar upah pekerja dan
upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Sekarang kita telah
mengetahui dasar-dasar mengenai jenis kontrak kerja. Yang paling sering ditanyakan adalah mengenai
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) untuk para pekerja kontrak.
Maka dari itu, Gajimu akan mencoba membahasnya dengan lebih detail.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam
waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
Pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang menjadi pihak
dalam perjanjian adalah pekerja secara
pribadi dan langsung dengan pengusaha
Isi dari PKWT
bersifat mengatur hubungan individual antara pekerja dengan
perusahaan/pengusaha, contohnya : kedudukan atau jabatan, gaji/upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang
didapat pekerja dan hal-hal lain
yang bersifat mengatur hubungan kerja secara
pribadi.
1.
Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara
sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun
·
Apabila pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dari
yang diperjanjian maka Perjanjian KerjaWaktu
Tertentu tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
·
Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus
mencantumkan batasan suatu pekerjaan
dinyatakan selesai.
·
Apabila pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan,
dapat dilakukan pembaruan PerjanjianKerja Waktu
Tertentu.
·
Pembaruan
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu dilakukan setelah masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya
Perjanjian Kerja. Selama tenggang
waktu 30 hari tersebut, tidak ada hubungan kerja antara
pekerja dan perusahaan/pengusaha.
1.
Pekerjaan Musiman
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini hanya dapat
dilakukan untuk satu jenis pekerjaan
pada musim tertentu.
·
Pekerjaan – pekerjaan
yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan/ target tertentu dapat dilakukan
dengan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu sebagai pekerjaan musiman.
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan musiman tidak dapat dilakukan
pembaruan.
1.
Pekerjaan yang terkait dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk jenis pekerjaan ini hanya dapat dilakukan untuk
jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling
lama 1 tahun.
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan ini tidak dapat dilakukan pembaruan
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya boleh
diberlakukan bagi pekerja yang
melakukan pekerjaan di luar kegiatan
atau di luar perkerjaan yang biasa
dilakukan perusahaan.
1.
Pekerjaan harian/ Pekerja lepas
·
Perjanjian Kerja Waktu Terntu dapat dilakukan untuk
pekerjaan – pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran.
·
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerja harian lepas dilakukan dengan
ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
·
Apabila pekerja harian bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan
berturut-turut maka Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu.
·
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian/lepas
wajib membuat perjanjian kerja secara
tertulis
·
Perjanjian Kerja tersebut harus memuat sekurang –
kurangnya : Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja, nama/alamat pekerja,
jenis pekerjaan yang dilakukan dan
bersarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
PKWT wajib dibuat
secara tertulis dan didaftarkan di instansi ketenagakerjaan terkait. Apabila dibuat secara lisan, akibat hukumnya
adalah kontrak kerja tersebut
menjadi PKWTT.
PKWT dapat diadakan
paling lama 2 (dua) tahun. Apabila pengusaha ingin melakukan perpanjangan
kontrak, maka pengusaha wajib memberitahukan maksud perpanjangan tersebut
secara tertulis kepada pekerja paling
lama 7 (tujuh) hari sebelum kontrak berakhir.
Menurut UU No.13/2003
pasal 59 ayat 4, Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pengusaha/perusahaan
yang bermaksud memperpanjang PKWT tersebut, harus memberitahukan
maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan, paling lama 7
(tujuh) hari sebelum PKWT berakhir. Jika pengusaha tidak memberitahukan
perpanjangan PKWT ini dalam wakktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi
Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT), seperti yang diatur dalam UU No.13/2003 pasal 59 ayat 5.
Hal ini juga ditegaskan
dalam pasal 3 ayat 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian KerjaWaktu Tertentu,
bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
PKWT yang dilakukan
melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi
Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan permanen –
UU No.13/2003 pasal 59 ayat 7
Dapat. Menurut UU
No.13/2003 pasal 59 ayat 6, Pembaruan perjanjian kerja dapat dilakukan 1 (satu) kali dan paling
lama 2 (dua) tahun. Pembaharuan ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari
sejak berakhirnya PKWT . Misalnya, apabila pekerjaan
belum dapat diselesaikan maka dapat diadakan pembaruan perjanjian. Apabila PKWT
tidak melalui masa tenggang waktu 30 hari sejak berakhirnya PKWT, maka PKWT
dapat berubah menjadi PKWTT.
Pembaruan PKWT ini
dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi
tertentu maka pekerjaan tersebut belum
dapat diselesaikan - pasal 3 ayat 5 Kepmenakertrans Nomor KEP.
100/MEN/VI/2004
Perbeda
Outsourcing = Perjanjian Pemborongan Pekerjaan. Perusahaan pemberi kerja memborongkan sebagian dari pekerjaan kepada perusahaan pemborong atau
perusahaan penyedia tenaga kerjamelalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja.
Hubungan kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan pemborong pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja dapat dengan status
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu atau PerjanjianKerja Waktu
Tidak Tertentu. Undang-undang tidak mengatur tentang hal ini.
Baik pekerja yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan maupun pekerja dari perusahaan pemborong
outsourcing akan bekerja di
lokasi kerja perusahaan
tersebut. Status hubungan kerjaPerjanjian Kerja Waktu Tertentu apakah pekerja yang dipekerjakan langsung atau pekerja yang
melalui outsourcing boleh saja dilakukan sepanjang sesuai dengan ketentuan
Pasal 59 Undang – Undang No. 13 tahun 2003.
Mengenai aspek hukum
hubungan kerja antara Saudara
-selaku pekerja/buruh- dengan
“perusahaan outsourcing“, dijelaskan dalam UU No. 13.2003
pasal 66 ayat 2 huruf b, bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia
jasa pekerja, adalah PKWT apabila pekerjaannya memenuhi persyaratan sebagai pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan pelaksanaannya akan selesai dalam waktu tertentu; dan/atau
PKWTT yang dibuat (diperjanjikan) secara tertulis dan ditanda-tangani oleh
kedua belah pihak.
Terkait dengan ketentuan
tersebut, dijelaskan dan dipertegas dalam pasal 59 ayat 2 UU
No. 13/2003, bahwa perjanjian kerja untuk
waktu tertentu (PKWT), tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Yang dimaksud
dengan pekerjaan
yang bersifat tetap, ada 2 (dua) kategori, yakni:
·
pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak
terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu
proses produksi dalan satu perusahaan, atau
·
pekerjaan pekerjaan
yang bukan musiman (Penjelasan pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003).
Dengan perkataan lain,
apabila suatu pekerjaan walau bersifat
terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu namun bukan
merupakan bagian dari suatu proses produksi pada satu perusahaan, dalam
arti hanya merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi atau kegiatan pokok (core business) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003, maka dianggap bukan
sebagai pekerjaan
yang berisfat tetap, sehingga dapat menjadi objek PKWT.
Berkenaan dengan
pelaksanaan kegiatan jasa penunjang, walaupun pekerja dapat dipekerjakan dengan
hubungan kerja melalui PKWT, akan
tetapi untuk “perusahaan outsourcing”, ada persyaratan
tambahan sebagai amanat Putusan MK Register Nomor 27/PUU-IX/2011, bahwa
PKWT harus memuat prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi
pekerja atau Transfer of
Undertaking Protection Employment (TUPE) yang mengamanatkan:
·
pengalihan perlindungan
hak-hak bagi pekerja/buruh (termasuk
berlanjutnya hubungan kerjadengan perusahaan
outsourcing yang baru) yang objek kerja-nya
tetap ada walaupun terjadi pergantian perusahaan outsourcing.
·
masa kerja pekerja/buruh
harus diperjanjikan (dalam PKWT) untuk dibuatexperience letter
·
experience
letter menentukan
masa kerja dan menjadi salah
satu dasar penentuan upah pada perusahaan outsourcing berikutnya.
Atas dasar Putusan MK
tersebut kemudian dituangkan dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3)
Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, khususnya PKWT pada perusahaan
penyedia jasa pekerja, bahwa PKWT-nya,
sekurang-kurangnya memuat:
·
jaminan kelangsungan bekerja;
·
jaminan terpenuhinya
hak-hak pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
dan yang diperjanjikan; dan
·
jaminan perhitungan
masa kerja apabila terjadi
pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
untuk menetapkan upah;
Demikian juga memuat hak-hak lainnya, seperti
·
hak atas cuti (tahunan)
apabila telah memenuhi syarat masa kerja;
·
hak atas jamsostek;
·
Tunjangan Hari Raya
(THR),
·
istirahat mingguan;
·
hak atas ganti-rugi
(kompensasi diakhirinya hubungan kerja PKWT);
·
penyesuaian upah
berdasarkan -akumulasi- masa kerja;
·
dan hak-hak lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau perjanjian kerja(PKWT)
sebelumnya.
Dalam Undang – Undang
No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan bahwa “Perjanjian kerjauntuk waktu tertentu dibuat secara
tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”.
Meski para pihak adalah
orang asing, hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena itu PKWT harus
dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan terjemahan ke Bahasa Inggris. Segala
ketentuan yang mengikat secara hukum adalah ketentuan yang ditulis dalam Bahasa
Indonesia. Bahasa Inggris dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan, agar para pihak mengerti
isinya.
Penggunaan tenaga kerja asing pada representative
office juga wajib tunduk pada peraturanketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu, apabila
ketentuan ketenagakerjaan kita mengatur
mengenai suatu hak bagi tenaga kerja asing
yang wajib dipatuhi oleh pemberi kerja,
maka hak-hak tersebut wajib diberikan pada tenaga kerja asing tersebut. Contohnya, mengenai jaminan sosial
tenaga kerja. Seorang tenaga kerja asing juga berhak untuk memperoleh
jamsostek, seperti halnya pekerja WNI
Sumber
Indonesia. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Indonesia. Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Indonesia. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
Ruko Newton Street U1 No. 1 Cibubur
(024) 76670350
HandPhone : 082220117918