Joint
Venture dari Sisi Hukum Positif di Indonesia
Joint venture merupakan salah satu bentuk
kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing melalui usaha patungan untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.
Joint venture atau usaha patungan ini
dikategorikan sebagai kegiatan penanaman modal asing (“PMA”) sebagaimana
didefinisikan dalam Pasal 1 huruf (c) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”).
Berdasarkan Pasal 27 UU Penanaman Modal, maka
Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar
instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan
pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. Koordinasi pelaksanaan
kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi Penanaman
Modal (“BKPM”). BKPM merupakan lembaga independen non-departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Presiden kemudian menetapkan Peraturan
Presiden No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal pada
3 September 2007 (“Perpres No. 90/2007”).
Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal
2 Perpres No. 90/2007, maka BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan
koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan kewenangan yang diberikan kepadanya, BKPM mengeluarkanPeraturan
Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian
Pelaksanaan Penanaman Modal pada 23 Desember 2009 (“Perka BKPM No.
13/2009”). Pengendalian Pelaksanaan Modal ini dimaksudkan untuk
melaksanakan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab
penanam modal.
Tujuan dari pengendalian pelaksanaan modal ini adalah agar
dapat:
i. memperoleh
data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi masalah dan hambatan
yang dihadapi oleh perusahaan;
ii. melakukan bimbingan
dan fasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan;
iii. melakukan pengawasan
pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan penggunaan fasilitas fiskal serta
melakukan tindak lanjut atas penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan.
Dengan demikian, diharapkan tercapainya kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan penanaman modal serta tersedianya data realisasi penanaman modal.
Pengawasan Pelaksanaan Joint
Venture dan Badan yang Berwenang Melakukan Pengawasan
Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal
6 huruf (c) Perka BKPM No. 13/2009 dilakukan melalui:
(i) penelitian dan evaluasi atas
informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah
diberikan;
(ii) pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman
modal; dan
(iii) tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan
penanaman modal.
Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penanaman modal tersebut adalah:
a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
bidang Penanaman Modal (“PDKPM”) terhadap seluruh kegiatan penanaman
modal di kabupaten/kota;
b. Perangkat Daerah Provinsi
bidang Penanaman Modal (“PDPPM”) terhadap penanaman modal yang
kegiatannya bersifat lintas kabupaten/kota dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan menjadi kewenangan pemerintahan provinsi;
c. BKPM terhadap penggunaan
fasilitas fiskal penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah;
d. instansi teknis terhadap
pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas,
PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan PDPPM
melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di mana BKPM
melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah terkait.
Dalam hal-hal tertentu, BKPM dapat langsung melakukan
pemantauan, pembinaan dan pengawasan atas kegiatan penanaman modal yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota. Demikian
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Perka BKPM No. 13/2009. Perka
BKPM ini kemudian diubah denganPeraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang
Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (“Perka
BKPM No. 7/2010”).
Metode Pengawasan Pelaksanaan Joint
Venture
Dalam melaksanakan joint venture di Indonesia,
maka setiap PT PMA yang telah mendapat Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau
Izin Prinsip Penanaman Modal dan/atau Persetujuan Penanaman Modal dan/atau
Izin Usaha wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (“LKPM”)
secara berkala kepada Kepala BKPM melalui Deputi Bidang Pengendalian
Pelaksanaan Penanaman Modal, Kepala PDPPM dan Kepala PDKPM sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 ayat (7) Perka BKPM No. 7/2010 jo. Pasal 15 ayat (c) UU
Penanaman Modal.
Metode pelaporan LKPM tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bagi PT PMA yang masih
dalam tahap pembangunan, kewajiban menyampaikan LKPM menjadi setiap tiga
bulanan atau per triwulan yaitu:
1. LKPM triwulan I untuk
periode pelaporan Januari sampai dengan Maret, disampaikan paling lambat pada 5
April bulan yang bersangkutan;
2. LKPM triwulan II untuk
periode pelaporan April sampai dengan Juni, disampaikan paling lambat pada 5
Juli bulan yang bersangkutan;
3. LKPM triwulan III untuk
periode pelaporan Juli sampai dengan September, disampaikan paling lambat pada
5 Oktober bulan yang bersangkutan; dan
4. LKPM triwulan IV untuk
periode pelaporan Oktober sampai dengan Desember, disampaikan paling lambat
pada 5 Januari tahun berikutnya.
b. Bagi PT PMA yang telah
memiliki Izin Usaha, kewajiban menyampaikan LKPM menjadi per enam bulan atau
per semester yaitu:
1. LKPM semester I untuk
periode pelaporan Januari sampai dengan Juni, disampaikan pada minggu pertama
Juli bulan yang bersangkutan; dan
2. LKPM semester II untuk
periode pelaporan Juli sampai dengan Desember, disampaikan pada minggu pertama
Januari tahun berikutnya.
c. Bagi PT PMA yang memiliki
kegiatan penanaman modal lebih dari satu kabupaten/kota wajib menyampaikan LKPM
untuk masing-masing kabupaten/kota.
d. Bagi PT PMA yang memiliki
beberapa bidang usaha wajib merinci realisasi investasi untuk
masing-masing bidang usaha dalam LKPM.
Dengan adanya LKPM ini, maka segala perkembangan realisasi investasi
dan produksi dari PT PMA dapat diawasi oleh BKPM yang kewenangannya dapat
didelegasikan kepada PDKPM atau PDPPM yang terkait. LKPM ini dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan:
(i) penelitian dan evaluasi atas
informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah
diberikan;
(ii) pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman
modal; dan
(iii) tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan
penanaman modal.
Apabila PT PMA tidak menyampaikan kewajiban menyampaikan LKPM,
maka PT PMA dapat dikenakan sanksi administratif di antaranya pencabutan
kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal sebagaimana diatur dalam
UU Penanaman Modal.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
2.
Peraturan Presiden No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi
Penanaman Modal
3.
Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata
Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010
Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
(024) 76670350
HandPhone : 082220117918
Tidak ada komentar:
Posting Komentar