PENCABUTAN
PERKARA
DI
PERADILAN AGAMA
A.
PENDAHULUAN
Pencabutan gugatan
perkara perdata pada tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan
bahkan pada tingkat peninjauan kembali (request civil) dimungkinkan
dapat terjadi. Pencabutan perkara, sekalipun tidak diatur di dalam HIR (Het Herziene Indoneisch Reglement) dan R.Bg. (Reglement Buitteegewesten), namun kebutuhan
praktik peradilan mengharuskan adanya pedoman dalam pelaksanaan. Karena
kekosongan aturan itulah, Pasal 271-272 Rv. (Reglement op de burgerlijke rechsvordering) dapat dijadikan
sebagai pedoman oleh pengadilan. Ada suatu prinsip yang harus dijunjung oleh
pengadilan, bahwa pencabutan perkara merupakan hak penggugat yang melekat pada
diri penggugat seperti halnya pengajuan gugatan bagi Penggugat. Sebagai akibat
dari pencabutan perkara, maka sengketa yang termuat dalam surat gugatan
dinyatakan berakhir, tertutup segala upaya hukum, kedua pihak dinyatakan
kembali kepada keadaan semula (restitutio in integrum), dan biaya
perkara dibebankan kepada penggugat.
B.
PENCABUTAN PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA
Pada Pengadilan
Agama, pencabutan perkara sering dilakukan oleh berbagai sebab. Ada kalanya,
pencabutan itu karena para pihak ingin menyelesaikan perkaranya dengan damai, atau
kepentingan penggugat telah terpenuhi, atau penggugat ingin memperbaiki
gugatannya. Tetapi untuk yang terakhir ini, tidak berlaku dalam hal pencabutan
yang dilakukan penggugat dalam persidangan atas persetujuan Tergugat.
Pencabutan perkara
pada pengadilan tingkat pertama, dapat dilihat dalam beberapa kasus.
1. Pencabutan perkara sebelum relaas panggilan sidang
disampaikan kepada tergugat oleh juru sita.
Dalam
kasus ini :
a.
Penggugat
memohon untuk mencabut perkaranya dalam bentuk surat;
b.
Surat
pencabutan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama;
c.
Panitera
mengeluarkan akta pencabutan perkara tersebut;
d.
Ketua
memerintahkan kepada panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester Induk
Perkara Perdata Gugatan/ (Permohonan) dan menyelesaikan administrasi yustisial
yang berkaitan dengan pencabutan.
2. Pencabutan perkara setelah relaas panggilan sidang
disampaikan kepada tergugat.
Dalam kasus ini :
a.
Penggugat
memohon untuk mencabut perkaranya dalam bentuk surat;
b.
Surat
pencabutan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama;
c.
Panitera
mengeluarkan akta pencabutan perkara tersebut;
d.
Ketua
memerintahkan Juru Sita untuk menyampaikan pemberitahuan pencabutan perkara
tersebut kepada tergugat. Pemberitahuan ini bersifat imperatif demi tegaknya
kepastian dan pelayanan hukum yang baik;
e.
Atau
Hakim bersidang sesuai dengan hari yang telah ditetapkan, kemudian memberikan
vonis dalam bentuk penetapan (beschikking);
f.
Ketua
memerintahkan kepada panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester Induk
Perkara Perdata Gugatan/ (Permohonan)dan menyelesaikan administarasi yustisial
yang berkaitan dengan pencabutan.
3. Pencabutan perkara dalam sidang yang tidak dihadiri
tergugat.
Dalam kasus ini :
a.
Penggugat
menyatakan mencabut gugatannya;
b.
Majelis
Hakim memberikan vonis pencabutan dalam bentuk penetapan (beschikking);
c.
Majelis
Hakim memerintahkan kepada Juru Sita untuk menyampaikan salinan penetapan
tersebut kepada tergugat;
d.
Majelis
Hakim memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester
Induk Perkara Perdata Gugatan/ (Permohonan).
4. Pencabutan perkara dalam sidang yang dihadiri tergugat
dan tergugat belum memberikan jawaban.
Dalam kasus ini :
a.
Penggugat
menyatakan mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawabannya;
b.
Majelis
Hakim memberikan vonis pencabutan dalam bentuk penetapan (beschikking);
c.
Majelis
Hakim memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester
Induk Perkara Perdata Gugatan/ (Permohonan).
5. Pencabutan perkara setelah tergugat memberikan
jawabannya.
Dalam kasus ini,
apabila tergugat menyetujuinya :
a.
Penggugat
menyatakan mencabut gugatannya;
b.
Setelah
penggugat menyatakan mencabut gugatannya, Hakim segera menanyakan pendapat
tergugat. Namun tergugat dapat meminta waktu untuk berpikir dengan tidak segera
memberi jawabannya.
c.
Apabila
tergugat menyetujui pencabutan perkara tersebut, Majelis Hakim memberikan vonis
dalam bentuk penetapan (beschikking) (Akan tetapi,
menurut M.Yahya Harahap,
“Karena
tergugat telah
menyetujui pencabutan perkara, berarti penyelesaian perkara bersifat final.
Sedangkan penyelesaian perkara berdasarkan persetujuan (agreement), maka
vonisnya, lebih tepat bersifat putusan. Karena pencabutan seperti ini tunduk
kepada ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, maka kesepakatan para pihak
tersebut merupakan undang bagi mereka).
d.
Majelis
Hakim memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester
Induk Perkara Perdata Gugatan/ (Permohonan);
e.
Pencabutan
tersebut bersifat final, dengan pengertian bahwa sengketa di antara penggugat
dan tergugat berakhir.
6. Pencabutan perkara setelah tergugat memberikan jawabannya.
Pada kasus ini,
apabila tergugat tidak menyetujui pencabutan perkara tersebut:
a.
Penggugat
menyatakan mencabut gugatannya;
b.
Setelah
penggugat menyatakan mencabut gugatannya, Hakim segera menanyakan pendapat
tergugat. Namun tergugat dapat meminta waktu untuk berpikir dengan tidak segera
memberi jawabannya.
c.
Apabila
tergugat tidak menyetujui permohonn pencabutan gugatan perkara tersebut,
pemeriksaan perkara harus dilanjutkan;
d.
Hakim
harus memberikan putusan sesuai ketentuan yang berlaku
C. PENCABUTAN PERKARA
BANDING
Ada dua kasus
pencabutan perkara pada pengadilan tingkat banding. Pertama, perkara banding
yang telah didaftarkan di pengadilan tingkat pertama dan dicabut sebelum
perkara tersebut dikirim ke pengadilan tingkat banding (dalam hal ini
Pengadilan Tinggi Agama). Kedua, perkara banding yang telah dikirim ke
pengadilan tingkat banding.
1. Berkas Belum Dikirim ke PTA
a.
Apabila
berkas perkara banding belum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama dan Akta
Permohonan Banding belum diberitahukan kepada pihak terbanding :
I.
Pembanding
memohon untuk mencabut perkaranya dalam bentuk surat;
II.
Surat
pencabutan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara
tersebut;
III.
Panitera
mengeluarkan akta pencabutan perkara yang ditandatangani oleh Panitera dan
pembanding;
IV.
Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara
dari buku Regester Permohonan Banding dan menyelesaikan administrasi yustisial
yang berkaitan dengan pencabutan.
b.
Apabila
berkas perkara banding tersebut belum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama, akan
tetapi Akta Permohonan Banding sudah diberitahukan kepada pihak terbanding :
I.
Pembanding
memohon untuk mencabut perkaranya dalam bentuk surat;
II.
Surat
pencabutan tersebut ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memeriksa
perkara tersebut;
III.
Panitera
mengeluarkan Akta Pencabutan Perkara yang ditandatangani oleh pembanding atau para
pembanding, terbanding atau para terbanding, dan Panitera;
IV.
Dalam
hal tidak dimungkinkan meminta tanda tangan terbanding, sehelai akta tersebut
wajib disampaikan kepada terbanding oleh Juru Sita;
V.
Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara
tersebut dari buku Regester Permohonan Banding dan menyelesaikan administrasi
yustisial yang berkaitan dengan pencabutan.
2. Berkas Perkara Sudah Dikirim Ke PTA
Apabila berkas
perkara banding tersebut sudah dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding :
I.
Pembanding
memohon untuk mencabut perkaranya dalam bentuk surat;
II.
Surat
pencabutan tersebut ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus
perkara tersebut;
III.
Panitera
Pengadilan Agama mengeluarkan Akta Pencabutan Perkara yang ditanda tangani oleh
pembanding atau para pembanding, terbanding atau para terbanding, dan Panitera;
IV.
Ketua
Pengadilan Agama mengirim surat pengantar kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama,
yang menerangkan bahwa permohonan perkara banding Nomor … /Pdt.G/ …/PA..
Tanggal …… telah dicabut oleh pembanding, dengan melampirkan surat permohonan
pencabutan perkara banding dan Akta Pencabutan Banding tersebut (a.dan c.) di atas;
V.
Pengadilan
Banding memberikan vonis dalam bentuk penetapan pencabutan banding tersebut;
VI.
Ketua
Pengadilan Agama memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara dari buku
Regester Permohonan Banding dan menyelesaikan administrasi yustisial yang
berkaitan dengan pencabutan tersebut.
Mengapa diperlukan
persetujuan pihak terbanding atau para terbanding dan diikut-sertakan pula
dalam pembubuhan tanda-tangan mereka pada Akta Pencabutan Permohonan Banding?
Logikanya ialah bahwa perkara yang dimohonkan banding oleh pembanding menjadi
mentah kembali atau dikembalikan kepada keadaan semula (restitutio in
integrum). Amar putusan dan pertimbangan hukum atau salah satunya ketika
itu dinyatakan pembanding tidak memuaskan dirinya, sehingga pembanding bereaksi
ingin membatalkan atau memperbaiki putusan tersebut melewati upaya hukum
yang dilakukannya.
Yang ingin dibatalkan atau diperbaikinya adalah amar putusan atau/ dan
pertimbangan hukum putusan sekaligus. Disinilah kepentingan pihak terbanding
terusik kembali, apabila permohonan banding itu telah didaftarkan pada
Pengadilan Tinggi Agama. Padahal, sebelumnya dalam duduk perkara yang termuat
dalam Berita Acara Persidangan pada Pengadilan Agama, pihak lawan telah memberikan
jawabannya, sekarang perkara itu dikembalikan lagi seperti posisi semula. Oleh
karena itu pencabutan permohonan banding pun perlu adanya persetujuan pihak terbanding
atau para terbanding, apabila Permohonan Banding telah disampaikan kepada
Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Tinggi Agama telah memprosesnya dengan
memberi nomor regester banding.
D. PENCABUTAN PERKARA
PADA TINGKAT KASASI
Sebagaimana terurai
di muka, pencabutan perkara pada semua tingkatan peradilan dapat dilakukan.
Disini kita berbicara tentang pencabutan permohonan kasasi (Untuk mempersingkat
tulisan ini PK inklusif termuat disini). Pada dasarnya ada tiga kasus pada
pencabutan perkara kasasi (dan peninjauan kembali) :
1. Pencabutan permohonan kasasi yang belum disampaikan Akta Permohonan
Kasasi kepada termohon kasasi:
i.
Permohonan
pencabutan perkara permohonan kasasi oleh pemohon kasasi dibuat dalam bentuk
surat;
ii.
Permohonan
pencabutan tersebut ditujukan ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara
tersebut;
iii.
Panitera
Pengadilan Agama, yang memutus perkara tersebut, membuat Akta Pencabutan
Permohonan Kasasi yang ditanda-tangani oleh Panitera dan pemohon kasasi;
iv.
Ketua
Pengadilan Agama yang memeriksa perkara tersebut, memerintahkan kepada Panitera
untuk mencoret perkara dari buku Regester Permohonan Kasasi dan menyelesaikan
administrasi yustisial yang berkaitan dengan pencabutan.
2. Pencabutan permohonan kasasi yang sudah disampaikan Akta Permohonan
Kasasi kepada termohon kasasi:
i.
Permohonan
pencabutan perkara permohonan kasasi oleh pemohon kasasi dibuat dalam bentuk
surat;
ii.
Permohonan
pencabutan tersebut ditujukan ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara
tersebut;
iii.
Panitera
Pengadilan Agama yang memeriksa perkara tersebut membuat Akta Pencabutan
Permohonan Kasasi yang ditanda-tangani oleh Panitera dan pemohon kasasi dan
termohon kasasi atau sekurang-kurangnya ditanda-tangani oleh Panitera dan
pemohon kasasi, kemudian Akta Pencabutan Permohonan Kasasi tersebut disampaikan
sehelai kepada termohon kasasi ;
iv.
Ketua
Pengadilan Agama yang memeriksa perkara tersebut memerintahkan kepada Panitera
untuk mencoret perkara dari buku Regester Permohonan Kasasi dan menyelesaikan
administrasi yustisial yang berkaitan dengan pencabutan.
3. Pencabutan permohonan kasasi yang sudah disampaikan ke
Mahkamah Agung :
i.
Permohonan
pencabutan permohonan perkara kasasi oleh pemohon kasasi dibuat dalam bentuk
surat;
ii.
Permohonan
pencabutan tersebut ditujukan ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara
tersebut;
iii.
Panitera
Pengadilan Agama yang memeriksa perkara tersebut membuat Akta Pencabutan
Permohonan Kasasi yang ditanda-tangani oleh Panitera dan pemohon kasasi dan
termohon kasasi;
iv.
Ketua
Pengadilan Agama, yang memeriksa perkara tersebut, mengirim surat pengantar
kepada Ketua Mahkamah Agung RI c.q. Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan
Agama yang menerangkan bahwa permohonan kasasi tersebut telah dicabut oleh
pemohon dengan lampiran surat-surat angka a. dan angka c. tersebut di atas;
v.
Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama, yang memeriksa perkara tersebut, memerintahkan
kepada panitera untuk mencoret perkara dari buku Regester Permohonan Kasasi dan
menyelesaikan administrasi yustisial yang berkaitan dengan pencabutan, setelah
penetapan MARI diterima;
Oleh Drs.H.M.TARSI HAWI, S.H.
(PTA BANJARMASIN)
Post by : Kantor Hukum Kalingga Semarang
Pak, saya mau tanya kalau kita mau cabut gugatan cerai kita bisa atau tidak kalau sudah ketuk palu ??
BalasHapusKalau bisa bagaimana caranya ?
Pak saya mau tanya.kalau mau mencabut gugatan cerai istri tapi sedang dlm proses sidang bagaimana carany
BalasHapus??
Saya ingin mencabut gugatan cerai yg istri ajukan apakah Masi bisa d.cabut atu d.batal kan
BalasHapusInfo nya
Pak, saya mau tanya kalau kita mau cabut gugatan cerai kita bisa atau tidak kalau sudah ketuk palu ??
BalasHapusKalau bisa bagaimana caranya ?
Pak saya mau nanya apakah boleh di cabut gugatan cerai yg saya sbgai suami yg menggugat tpi blom di sidang
BalasHapusGak ada yang di jawab :D
BalasHapus