Jenis-Jenis Eksepsi
Eksepsi dalam konteks hukum acara perdata bermakna
tangkisan atau bantahan (objection). Bisa juga berarti pembelaan (plea)
yang diajukan tergugat terhadap materi gugatan penggugat. Namun, tangkisan atau
bantahan yang diajukan dalam bentuk eksepsi ditujukan kepada hal yang
menyangkut syarat formalitas gugatan yaitu jika gugatan yang diajukan
mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah.
Konsekuensi jika gugatan tersebut tidak sah adalah gugatan tidak dapat
diterima (inadmissible).Dengan demikian keberatan yang diajukan dalam
bentuk eksepsi tidak ditujukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok
perkara (verweer ten principale).
Secara garis besar eksepsi dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Eksepsi kompetensi
a. Tidak berwenang
mengadili secara absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan absolut
4 (empat) lingkungan pengadilan (Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara,
Peradilan Agama, dan Peradilan Militer), Peradilan Khusus (Arbitrase,
Pengadilan Niaga, dan lain-lain).
b. Tidak berwenang
mengadili secara relatif
Kompetensi relatif berkaitan dengan wilayah hukum dari
suatu pengadilan dalam satu lingkungan peradilan yang sama, hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 118 Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”)
Menurut Pasal 134 HIR maupun Pasal 132 Reglement op de
Rechsvordering (“Rv”), eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan oleh
tergugat setiap saat selama proses pemeriksaan berlangsung di persidangan
tingkat pertama sampai sebelum putusan dijatuhkan. Sedangkan menurut Pasal 125
ayat (2) dan Pasal 133 HIR eksepsi tentang kompetensi relatif diajukan
bersamaan dengan pengajuan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara. Tidak
terpenuhinya syarat tersebut mengakibatkan hak tergugat untuk mengajukan
eksepsi relatif menjadi gugur. Pasal 136 HIR memerintahkan hakim untuk
memeriksa dan memutus terlebih dahulu pengajuan eksepsi kompetensi tersebut
sebelum memeriksa pokok perkara. Penolakan atas eksepsi kompetensi dituangkan
dalam bentuk putusan sela (Interlocutory), sedangkan pengabulan eksepsi
kompetensi, dituangkan dalam bentuk bentuk putusan akhir (Eind Vonnis).
2. Eksepsi syarat formil
a. Surat kuasa
khusus tidak sah
Surat kuasa khusus dapat dinyatakan tidak sah karena
sebab-sebab tertentu, misalnya suarat kuasa bersifat umum (Putusan Mahkamah
Agung no.531 K/SIP/1973), surat kuasa tidak mewakili syarat formil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 123 HIR, surat kuasa dibuat bukan atas nama yang berwenang
(Putusan Mahkamah Agung no. 10.K/N/1999).
b. Error in Persona
Suatu gugatan/permohonan dapat dianggap error in
persona apabila diajukan oleh anak dibawah umur (Pasal 1330 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)), mereka yang berada dibawah
pengampuan/curatele (Pasal 446 dan Pasal 452 KUH Perdata), seseorang yang tidak
memiliki kedudukan hukum/legal standing untuk mengajukan gugatan (persona
standi in judicio).
c. Nebis in Idem
Nebis in Idem adalah sebuah perkara yang memiliki para pihak yang
sama, obyek yang sama, dan materi pokok yang sama sehingga perkara tersebut
tidak dapat diperiksa kembali.
d. Gugatan Prematur
Suatu gugatan/permohonan disebut prematur apabila ada
faktor hukum yang menangguhkan adanya gugatan/permohonan tersebut, misalnya
gugatan waris disebut prematur jika pewaris belum meninggal dunia.
e. Obscuur Libel
Obscuur libel dapat disebut secara sederhana sebagai “tidak jelas”.
Ketidakjelasan misalnya terletak pada:
- hukum yang menjadi dasar gugatan,
- ketidakjelasan mengenai objek gugatan, misalnya dalam hal tanah tidak disebutkan luas atau letak atau batas dari tanah tersebut.
- petitum yang tidak jelas, atau
- terdapat kontradiksi antara posita dan petitum
Menurut Pasal 125 ayat (2) jo. Pasal 133 dan Pasal 136
HIR eksepsi lain dan eksepsi kompetensi relatif hanya dapat diajukan secara
terbatas, yaitu pada jawaban pertama bersama sama dengan bantahan pokok
perkara. Tidak terpenuhinya syarat tersebut mengakibatkan hak tergugat untuk
mengajukan eksepsi menjadi gugur. Berdasarkan Pasal 136 HIR penyelesaian
eksepsi lain diluar eksepsi kompetensi diperiksa dan diputus bersama-sama
dengan pokok perkara. Dengan demikian pertimbangan dan amar putusan mengenai
eksepsi dan pokok perkara, dituangkan bersama secara keseluruhan dalam putusan
akhir. Apabila eksepsi dikabulkan maka putusan bersifat negatif, sedangkan
apabila eksepsi ditolak maka putusan bersifat positif berdasarkan pokok
perkara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar