Masalah yuridis tentang perundang-undangan yang tidak menyebutkan secara jelas
tentang Klualifikasi Delik “kejahatan dan pelanggaran” dalam Undang-undang yang
terkait.
A. Undang-undang
No.9 tahun 1994 tentang perubahan
pertama atas Undang-undang No.6 tahun 1983, kemudian diubah dengan
Undang-undang No 16 tahun 2000 perubahan kedua dan sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang perubahan terakhir tentang
Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan.
Hal yang mendasar salah satunya adalah tentang tidak di
sebutkankannya secara jelas tentang malasalah yuridis yang berkaitan dengan
kualifikasi delik “kejahatan dan Pelanggaran”, serta pertanggungjawaban
Korporasi dan juga masalah yang berkaitan dengan pembuat “dader”.
Berikut 3 masalah yuridis yang berkaitan dengan
Undang-Undang tersebut diatas.
1. Kebijakan
Formulasi tentang Kualifikasi delik
Didalam Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan Umum
dan tata cara perpajakan disebutkan tentang kualifikasi delik, dan terdapat
dalam pasal 42 ayat 1 dan ayat 2
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan
Pasal 41 ayat
(1) adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 41 ayat
(2) adalah kejahatan.
Sedangkan didalam Undang-undang No.9 tahun 1994 tentang
perubahan pertama atas Undang-undang
No.6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum da Tata cara perpajakan tidak di
sebutkan lagi tentang Kualifikasi delik baik itu “Pelanggaran” maupun
“kejahatan” dimana Pasal 42 tersebut telah di hapus, sehingga tidak diketahui
mana yang termasuk dalam kategori kejahatan dan mana yang termasuk kategori
pelanggaran.
1.
Kebijakan formulasi tentang Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi
1.
Didalam
Undang-undang No.9 tahun 1994 tentang perubahan
pertama atas Undang-undang No.6 tahun 1983, kemudian diubah dengan
Undang-undang No 16 tahun 2000 perubahan kedua dan sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang perubahan terakhir tentang
Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan tidak disebutkan dan tidak dijelaskan
tentang Pertanggugngjawaban Korporasi yang melakukan Tindak Pidana, hanya saja didalam
ketentetuan Pidana nya diatur tentang pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
perpajakan.
Ketentuan
Pidana Pada BAB VIII Pasal 38 samapi dengan pasal 43 diatur tentang sanksi
Pidana baik berupa Pidana pejara, Pidana Kurungan dan Pidana Denda terhadap
Pelaku Tindak Pidana, tetapi tidak disebutkan atau tidak diatur yang berkaitan
dengan saksi Pidana terhadap korporasi baik itu Siapa-siapa yang dipidana dalam
suatu perusahaan dan bentuk Pidana terhadap korporasi tidak diatur (Pertangjawaban
korporasi belum jelas).
2.
Kebijakan Formulasi tentang Pembuat
(dader)
Dalam Pasal 43 disebutkan Pasal 38 dan
pasal 39 berlaku juga bagi wakil, kuasa, Pegawai Wajib Pajak, yang menyuruh
melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan demikian juga terhadap Pasal 41A
dan Pasal 41B. Bahwa terhadap ketentuan tersebut didalam undang-undang ini
tidak di atur yang berkaitan dengan siapa-siapa saja yang dimaksud dengan
wakil, kuasa, Pegawai Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta
melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan, Undang-undang ini belum begitu jelas mengatur tentang Pembuat “dader”
sehingga masih merujuk kepada Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
B.
Undang-undang No 42 tahun 1999 tentang
Fidusia
Masalah yuridis yang berkaitan dengan
Undang-undang No.42 tahun 2009 tentang Fidusia
adalah dengan tidak disebutkannya yang berkaitan dengan kualifikasi delik
“kejahatan dan pelanggaran”, serta masalah Yuridis tentang cara dan mekanisme
eksekusi serta kekuatan “Eksekutorialnhya”
1. Masalah
Yuridis tentang Kekuatan Eksekutorial.
Pasal 15
1.
Dalam
sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
2.
Sertifikat
jaminan fidusia sebagaiman yang dimaksud pada ayat 1 mempunya kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3.
Apabila
debitur cedera janji, Peneriam Fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi
objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Dalam pasal tersebut memang dicantumkan
tentang “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Yang artinya mempunyai
kekuatan yang sama dengan Putusan Pengadilan,
tetapi apakah dengan adanya kata-kata tersebut seolah-olah penerima Fidusia
bisa kapan saja mengeksekusi objek jaminan Fidusia, disini kan tidak dijelaskan
secara rici tentang bagaimana eksekusi terhadap Objek jaminan Fidusia, sehingga
sering terjadi perdebatan mengenai eksekusinya.
2. Masalah
yuridis tentang kualifikasi Delik
Didalam Undang-undang No.42 tahun 1999
tentang Fidusia tidak satu Pasal pun yang mengatur tentang kualifikasi delik
“Kejahatan dan pelanggaran”, hanya saja ketentuan Pidana diatur dalam BAB VI
Pasal 35 dan Pasal 36.
Apabila kita cermati dari ketentuan
pidana yang terdapat dalam Pasal 35 tersebut, jika dilihat dari sanksi yang
dikenakan yaitu Pidana Penjara, maka Tindak Pidana ini merupakan suatu delik Kejahatan,
demikian juga dengan pasal 36 yang memberikan sanksi Pidana penjara kepada
pelaku tindak pidana, sehingga delik ini merupakan suatu delik Kejahatan, bukan
pelanggaran.
3. Masalah
Yuridis tentang Tidak Disebutkannya Kualifikasi (pembatasan) Perdata Maupun
Pidana.
Dalam ketentuan Pasal 36
Pemberi
Fidusia yang mengalihkan,menggadaikan, menyewakan benda yang menjadi
objekjaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 2 yang dilakukan
tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima fidusia, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Jaminan Fidusia selalu disertai dengan
akta perjanjian Fidusia, dengan dasar perjanjian apakah ketika terjadi
sebagaimana pasal 36 tersebut diatas, maka dikenakan tindakan Pidana, padahal
dasarnya adalah perjanjian, sehingga menurut saya disini harus lebih jelas mana
pembatasan yang berkaitan dengan Bidang perdata maupun Pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar