Senin, 20 Januari 2014

EKSEPSI DALAM HUKUM ACARA PERDATA







EKSEPSI DALAM HUKUM ACARA PERDATA








Eksepsi dalam konteks hukum acara perdata bermakna tangkisan atau bantahan (objection). Bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap materi gugatan penggugat. Namun, tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam bentuk eksepsi ditujukan kepada hal yang menyangkut syarat formalitas gugatan yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah. Konsekuensi jika gugatan tersebut tidak sah adalah  gugatan tidak dapat diterima (inadmissible).Dengan demikian keberatan yang diajukan dalam bentuk eksepsi tidak ditujukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale).
Secara garis besar eksepsi dikelompokkan sebagai berikut:
1. Eksepsi kompetensi
         a. Tidak berwenang mengadili secara absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan absolut 4 (empat) lingkungan pengadilan (Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer), Peradilan Khusus (Arbitrase, Pengadilan Niaga, dan lain-lain).
         b. Tidak berwenang mengadili secara relatif
Kompetensi relatif berkaitan dengan wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam satu lingkungan peradilan yang sama, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 118 Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”)
Menurut Pasal 134 HIR maupun Pasal 132 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”), eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan oleh tergugat setiap saat selama proses pemeriksaan berlangsung di persidangan tingkat pertama sampai sebelum putusan dijatuhkan. Sedangkan menurut Pasal 125 ayat (2) dan Pasal 133 HIR eksepsi tentang kompetensi relatif diajukan bersamaan dengan pengajuan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara. Tidak terpenuhinya syarat tersebut mengakibatkan hak tergugat untuk mengajukan eksepsi relatif menjadi gugur. Pasal 136 HIR memerintahkan hakim untuk memeriksa dan memutus terlebih dahulu pengajuan eksepsi kompetensi tersebut sebelum memeriksa pokok perkara. Penolakan atas eksepsi kompetensi dituangkan dalam bentuk putusan sela (Interlocutory), sedangkan pengabulan eksepsi kompetensi, dituangkan dalam bentuk bentuk putusan akhir (Eind Vonnis).
2. Eksepsi syarat formil
          a. Surat kuasa khusus tidak sah
Surat kuasa khusus dapat dinyatakan tidak sah karena sebab-sebab tertentu, misalnya suarat kuasa bersifat umum (Putusan Mahkamah Agung no.531 K/SIP/1973), surat kuasa tidak mewakili syarat formil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 HIR, surat kuasa dibuat bukan atas nama yang berwenang (Putusan Mahkamah Agung no. 10.K/N/1999).
         b. Error in Persona
Suatu gugatan/permohonan dapat dianggap error in persona apabila diajukan oleh anak dibawah umur (Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)), mereka yang berada dibawah pengampuan/curatele (Pasal 446 dan Pasal 452 KUH Perdata), seseorang yang tidak memiliki kedudukan hukum/legal standing untuk mengajukan gugatan (persona standi in judicio).
         c. Nebis in Idem
Nebis in Idem adalah sebuah perkara yang memiliki para pihak yang sama, obyek yang sama, dan materi pokok yang sama sehingga perkara tersebut tidak dapat diperiksa kembali.
         d. Gugatan Prematur
Suatu gugatan/permohonan disebut prematur apabila ada faktor hukum yang menangguhkan adanya gugatan/permohonan tersebut, misalnya gugatan waris disebut prematur jika pewaris belum meninggal dunia.
         e. Obscuur Libel
Obscuur libel dapat disebut secara sederhana sebagai “tidak jelas”. Ketidakjelasan misalnya terletak pada:
1.    hukum yang menjadi dasar gugatan,
2.    ketidakjelasan mengenai objek gugatan,  misalnya dalam hal tanah tidak disebutkan luas atau letak atau batas dari tanah tersebut.
3.     petitum yang tidak jelas, atau
4.    terdapat kontradiksi antara posita dan petitum
Menurut Pasal 125 ayat (2) jo. Pasal 133 dan Pasal 136 HIR eksepsi lain dan eksepsi kompetensi relatif hanya dapat diajukan secara terbatas, yaitu pada jawaban pertama bersama sama dengan bantahan pokok perkara. Tidak terpenuhinya syarat tersebut mengakibatkan hak tergugat untuk mengajukan eksepsi menjadi gugur. Berdasarkan Pasal 136 HIR penyelesaian eksepsi lain diluar eksepsi kompetensi diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Dengan demikian pertimbangan dan amar putusan mengenai eksepsi dan pokok perkara, dituangkan bersama secara keseluruhan dalam putusan akhir. Apabila eksepsi dikabulkan maka putusan bersifat negatif, sedangkan apabila eksepsi ditolak maka putusan bersifat positif berdasarkan pokok perkara.


Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati

(024) 76670350
HandPhone : 0821 3875 4004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar