Pembatalan Hak Atas Tanah
Pasal 1 angka 14
Permenag 9/99 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah
adalah pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas
tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam
penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
ketetapan hukum tetap.
Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan: (a) keputusan
pemberian hak; (b) sertifikat hak atas tanah; dan (c) keputusan pemberian hak
dalam rangka pengaturan penguasaan tanah. Pembatalan hak atas tanah tersebut
diterbitkan karena cacat hukum administratif dalam penerbitan keputusan
pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pembatalan hak atas
tanah dilakukan dengan keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
agraria/pertanahan (“Menteri”), dimana Menteri dapat melimpahkan kepada
Kepala dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yakni Kantor Badan
Pertanahan Nasional di tingkat Propinsi (“Kantor Wilayah”) atau Pejabat
yang ditunjuk.
1.
Pembatalan hak atas
tanah karena cacat hukum administrative
Yang dimaksud dengan
cacat hukum administratif berdasarkan Pasal 107 Permenang 9/99 adalah (i)
kesalahan prosedur, (ii) kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan,
(iii) kesalahan subyek hak, (iv) kesalahan objek hak, (v) kesalahan jenis hak,
(vi) kesalahan perhitungan luas, (vii) terdapat tumpang tindih hak atas tanah,
(viii) data yuridis atau data fisik tidak benar, atau (ix) kesalahan lainnya
yang bersifat hukum administratif.
Keputusan pembatalan
hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat
dilakukan karena (i) permohonan dari yang berkepentingan atau (ii) Pejabat yang
berwenang tanpa permohonan. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum
administratif melalui permohonan dari yang berkepentingan diajukan langsung
kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala
Kantor Pertanahan, yakni Badan Pertanahan Nasional di tingkat Kabupaten/Kota (“Kantor
Pertanahan”). Sedangkan, pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum
administratif tanpa melalui permohonan oleh Pejabat yang berwenang dilaksanakan
apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan
keputusan pemberian hak atau sertifikatnya tanpa adanya permohonan.
2. Pembatalan hak atas tanah karena putusan pengadilan
Sertifikat tanah adalah merupakan alat bukti hak atas tanah
yang kuat dan selama tidak ada alat bukti lain yang dapat membuktikan bahwa
kebenaran dari isi Sertifikat itu salah atau tidak benarmaka segala sesuatu
yang terdapat didalam isi atau merupakan bagian dari sertifikat tersebut
haruslah dianggap benar, akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi kesalahan
dalam pembuatan suatu sertifikat. Adalah BPN atau yang dikenal sebagai Badan
Pertanahan Nasional yang merupakan Instansi Pemerintah yang bertugas untuk
mengeluarkan suatu Sertifikat Hak Milik Atas Tanah dan juga turut bertanggung
jawab apabila terjadi suatu kesalahan dalam mengeluarkan suatu Sertifikat.
Pembatalan suatu Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang dilakukan Badan
Pertanahan Nasional disebabkan oleh adanya faktor-faktor yaitu, karena adanya
cacat hukum administratif dan karena mengikuti putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hokum tetap. Adanya cacat hukum administratif biasanya
disebabkan oleh adanya kelalaian dari para pihak ataupun juga petugas kantor
BPN yang menangani masalah pembuatan Sertifikat Tanah tersebut, untuk itu
proses pengecekan merupakan hal yang sangat penting pada saat pembuatan suatu
Sertifikat dan diperlukan adanya sanksi yang tegas bagi para pihak yang terkait
didalamnya. Dan dalam hal mengikuti putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, didalamnya suatu proses pembuktian menjadi hal yang
sangat penting untuk dapat melindungi pemilik tanah yang sebenarnya dan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab serta kewenangan hakim untuk memutuskan suatu
sengketa yang telah masuk dan diselesaikan dalam proses pengadilan, yang mana
putusan tersebut sifatnya mengikat para pihak yang terkait didalamnya.
Pasal 1 ayat (1)
PMNA / KBPN Nomor 9 Tahun 1999 mendefinisikan: “pembatalan hak atas tanah adalah
pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertipikat hak atas
tanah karena keputusan tersebut mengandung cacad hukum administrasi dalam
penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.”
Sementara
pasal-pasal lainnya dari regulasi di atas mengatur bahwa:
Pasal 3
(1) Pemberian dan
pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengelolaan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pemberian dan
pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat melimpahkan
kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan dan
Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 104
(1) Pembatalan
hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas
tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
(2) Pembatalan
hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat
cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau
sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 106
(1) Keputusan
pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya,
dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau
oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
(2) Permohonan
pembatalan hak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan
(kabupaten/kota).
Pasal 107
Cacad hukum
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah:
a. Kesalahan
prosedur;
b. Kesalahan
penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan
subjek hak;
d. Kesalahan
objek hak;
e. Kesalahan
jenis hak;
f. Kesalahan
perhitungan luas;
g. Terdapat
tumpang tindis hak atas tanah;
h. Data yuridis
atau data fisik tidak benar; atau
i. Kesalahan
lainnya yang bersifat hukun administratif.
Pasal 108
(1) Permohonan
pembatalan hak atas tanah diajukan secara tertulis.
(2) Permohonan
pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
1. Keterangan
mengenai pemohon:
a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya;
b. Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Keterangan
mengenai tanahnya yang meliputi data yurisis dan data fisik:
a. Nomor/jenis hak atas tanah;
b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau
Gambar Situasi sebutkan
tanggal dan nomor Surat Ukur);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
3. Lain-lain:
Alasan permohonan
pembatalan;
Keterangan lain
yang dianggap perlu.
Pasal 109
Alasan pembatalan
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dilampiri dengan:
1. Mengenai
pemohon:
a. Jika
perorangan: foto copy surat identitas, surat bukti kewarganegaraan;
b. Jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan pendiriannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. mengenai tanahnya
Nomor/jenis hak atas tanah;
a. foto copy
surat keputusan dan atau sertipikat;
b. surat-surat
lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.
Pasal 116
(1) Dalam hal
permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan langhsung kepada Menteri, setelah
menerima berkas permohonan Menteri memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk
untuk:
1. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data
fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta kepada pemohon untuk
melengkapinya;
2. mencatat dalam formulir isian sesuai contoh Lampiran 34.
(2) Menteri
meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta kelayakan
permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila data
yuridis dan data fisik permohonan pembatalan dianggap kurang memenuhi syarat,
menterio dapat memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan
penelitian atau Pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian atau
memerintahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan untuk
meneliti kembali data yuridis dan data fisik dan melaporkan hasilnya kepada
Menteri.
(4) Hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi dasar pertimbangan untuk
memutuskan dapat atau tidaknyadikabulkan permohonan pembatalan tersebut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Selanjutnya
Menteri memutuskan permohonan tersebut dengan menerbitkan keputusan pembatalan
hak atau keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.
Pasal 117
Terhadap
permohonan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif yang
diajukan langsung kepada Kepala Kantor wilayah diberlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.
Pasal 118
Keputusan
pembatalan hak atau keputusan penolakan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 ayat (3), Pasal 115 ayat (3), Pasal 116 ayat (5) dan Pasal 117
disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang
menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.
Sementara itu,
bila Pembatalan Hak Atas Tanah diajukan guna menindaklanjuti Putusan Pengadilan
Yang Telah Memperolah Kekuatan Hukum Tetap, berlakulah ketentuan Pasal 124
PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yakni:
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan atas
permohonan yang berkepentingan.
(2) Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau yang
pada intinya sama dengan itu.
Pasal 125
(1) Permohonan
pembatalan hak karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dapat diajukan langsung kepada Meteri atau Kepala Kantor
Wilayah atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Satu
permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya untuk satu atau
beberapa hak atas tanah tertentu yang letaknya dalam satu Kabupaten/Kota.
Bila permohonan
demikian tidak mendapat tanggapan dari instansi terkait, maka berlakulah
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara:
(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka
hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana
ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan
keputusan yang dimaksud.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat
jangka waktu empat bulan sejak di terimanya permohonan,Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan
keputusan penolakan.
Pada dasarnya
bagi yang merasa memiliki sengketa hak atas tanah, dimana pihak Anda merasa
sebagai pemilik yang sah atas suatu hak atas tanah, secara kasuistik harus
dilihat dari karakteristik perkaranya terlebih dahulu. Untuk cacat
formil/prosedural yang dilakukan pihak penerbit sertifikat hak atas tanah, maka
dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas
produk pejabat Tata Usaha Negara (TUN, salah satunya pejabat BPN/Kantor
Pertanahan) selama tidak lebih dari 90 hari sejak terbitnya produk pejabat TUN
demikian; atau menggunakan mekanisme permohonan sebagaimana diuraikan di atas.
Namun, bila
terdapat didalamnya unsur sengketa kepemilikan, semisal terjadi penerbitan oleh
BPN atas Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda, maka dapat diajukan gugatan ke
pengadilan negeri (PN), dimana pihak Kantor Pertanahan penerbit SHM sebagai
Turut Tergugat, dimana fungsi “Turut Tergugat” dalam acara perdata ialah guna
tunduk pada isi putusan, semisal untuk “Menyatakan SHM No… batal, dan
memerintahkan kepada Kantor Pertanahan bantul untuk mencoret SHM No… tersebut
dari buku tanah.” (808hr)
Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati Juwana Km. 3 Pati
(024)76670350
0821 3875 4004
2AB48511
Tidak ada komentar:
Posting Komentar