KETENTUAN HUKUM &
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Seiring dengan
perkembangan jaman yang semakin komplek maka mempengaruhi dunia ekonomi terkait
dalam hal pembangunan nasional. Pembangunan nasional untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tertuang dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya
mengembangkan perekonomian dan perdagangan diperlukan peran dari pemerintah dan
pelaku usaha (masyarakat dan badan hukum). Pengembangan perekonomian tersebut
memerlukan adanya modal yang besar sehingga modal tesebut diperoleh dengan
perkreditan melalui perbankan.
Upaya perkreditan
yang dilakukan oleh debitur dan kreditur dilakukan dengan membuat perjanjian
kredit terlebih dahulu sebagai perjanjian pokok. Perjanjian kredit biasanya
dalam bentuk perjanjian baku yang diberikan oleh kreditur kepada debitur dimana
untuk disepakati bersama. Akan tetapi ada pula perjanjian kredit dibuat secara
akta notariil yang dibuat oleh Notaris. Notaris dalam hal ini harus teliti guna
melindungi masing-masing pihak terkait dengan hak dan kewajibannya. Pemberian
kredit oleh kreditur kepada debitur tidak secara cuma-cuma melainkan disertai
dengan pemberian jaminan yang senilai dengan jumlah dari nilai kredit tersebut.
Mayoritas debitur
memberikan jaminan kepada kreditur berupa tanah dalam bentuk sertifikat hak
atas tanah. hal ini disebabkan tanah mempunyai nilai yang relatif stabil bahkan
tidak akan mengalami kemerosotan, sangat menguntungkan bagi kreditur.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bahwa hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan dibebani dengan hak tanggungan. Lembaga Hak Tanggungan tersebut belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 51 UUPA. Dalam kurun waktu itu, berdasarkan ketentuan peralihan yang tercantum dalam Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria, masih diberlakukan ketentuan Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan ketentuan Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam atau berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (Penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960).
Hal ini disebabkan
Hypotheek diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menganut asas
perlekatan dimana tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional yang menganut
asas pemisahan horizontal. Sehingga, perlu dibentuk undang-undang yang
spesialitas mengenai hak tanggungan kemudian diundangkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah.
Ada lembaga
jaminan hutang yaitu Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, adalah :
“Hak jaminan
yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”.
Berdasarkan
pengertian dari hak tanggungan tersebut, bahwa jaminan berupa tanah tersebut
juga termasuk benda yang terdapat diatas tanah sebagai pelunasan atas hutang
tertentu. Pembebanan jaminan atas tanah dengan hak tanggungan tersebut tidak
akan terlepas dari perjanjian kredit sebagai perjanjian pokoknya.
Dengan demikian,
perjanjian tersebut telah menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh masing-masing pihak. Pihak debitur mempunyai kewajiban untuk melakukan
angsuran atau pelunasan terhadap piutang tersebut kepada kreditur sebagaimana
tertuang dalam perjanjian kredit maupun perjanjian assesoir tersebut. Tidak
jarang bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 maupun Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 telah memberikan
kewenangan kepada kreditur sebagai pihak pemegang hak tanggungan untuk
melakukan eksekusi atas hak tanggungan.
Perlu
diketahui bahwa berdasarkan Pasal
13 ayat (1) dan ayat (2) UU Hak Tanggungan, Hak Tanggungan wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah penandatanganan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”). Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) wajib mengirimkan APHT
yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
Sebagai
tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak
Tanggungan (Pasal 14 ayat [1] UU Hak
Tanggungan). Sertifikat Hak Tanggungan inilah yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 14 ayat [3] UU Hak
Tanggungan).
Sedangkan,
APHT yang dibuat oleh PPAT adalah langkah pertama dari pemberian hak tanggungan
tersebut. Berdasarkan Pasal 10
ayat (1) UU Hak Tanggungan, pemberian hak tanggungan didahului dengan
janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu,
yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian
utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang
tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT (Pasal 10 ayat [2] UU Hak Tanggungan).
Jadi,
pada dasarnya jika APHT tersebut telah didaftarkan di Kantor Pertanahan dan
telah memperoleh sertifikat hak tanggungan, maka kreditur dapat melakukan
penjualan secara lelang jika debitur wanprestasi.
Lebih
lanjut, menurut Pasal 13 ayat (1) Peraturan
Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelangsebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 106/PMK.06/2013 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang*, dalam hal terdapat gugatan terhadap objek
lelang hak tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau
istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, pelaksanaan lelang
dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifikat Hak Tanggungan yang
memerlukan fiat eksekusi.
Uraian secara sederhana prosedur pelaksanaan lelang melalui
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tahapan sebagai
berikut:
a.
Permohonan
lelang dari Pemilik Barang/Penjual
Pihak penjual mengajukan permohonan lelang secara tertulis
ditujukan kepada KPKNL. Penjual harus segera melengkapi surat permohonan
lelangnya dengan dokumen-dokumen/bukti-bukti hak dan kewenangannya menjual
barang secara lelang. Selain itu Penjual dapat menetapkan syarat-syarat
penjualan lelang asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan lelang yang
berlaku.
b.
KPKNL
menetapkan tanggal/hari dan jam lelang
Setelah kantor lelang meneliti permohonan lelang beserta dokumen
kelengkapannya tersebut dan memperoleh atas legalitas subyek dan objek lelang,
maka kantor lelang (KPKNL) akan menetapkan waktu dan tempat lelang.
c.
Pengumuman
lelang di surat kabar harian
Maksud dan tujuan dari Pengumuman Lelang adalah agar dapat
diketahui oleh masyarakat luas sebagai upaya mengumpulkan peminat. Penjualan
secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh
Penjual. Pengumuman Lelang berdasarkan Pasal 42 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010
paling sedikit memuat:
1.
identitas Penjual;
2.
hari, tanggal, waktu dan tempat
pelaksanaan lelang dilaksanakan;
3.
jenis dan jumlah barang;
4.
lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak
adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak
berupa tanah dan/atau bangunan;
5.
spesifikasi barang, khusus untuk
barang bergerak;
6.
waktu dan tempat melihat barang yang
akan dilelang
7.
Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi
besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal
dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
8.
Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk
barang bergerak;
9.
cara penawaran lelang; dan
10.
jangka waktu Kewajiban
Pembayaran Lelang oleh Pembeli.
Pengumuman Lelang terbit pada hari kerja
KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran Uang Jaminan
Penawaran Lelang. Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media
lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya.
d.
Peserta
lelang menyetorkan uang jaminan ke rekening KPKNL
Uang jaminan lelang harus sudah efektif diterima paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. Uang jaminan penawaran lelang
dibebankan kepada pihak Peserta Lelang dengan besaran yang ditentukan oleh
Penjual paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling
banyak sama dengan Nilai Limit. Ketentuan mengenai besaran uang jaminan
penawaran lelang disebutkan dalam Pasal 32 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010. Uang
jaminan penawaran merupakan prasyarat sebelum melakukan lelang dan hal ini
dimaksudkan agar peserta lelang merasa terikat karena uang jaminan akan hilang
apabila peserta yang ditunjuk sebagai Pembeli melakukan wanprestasi, sehingga dapat
dihindarkan dari adanya peserta yang tidak sungguh-sungguh berminat mengikuti
lelang atau yang hanya main-main.
e.
Pelaksanaan
lelang oleh Pejabat Lelang dari KPKNL
Pejabat lelang adalah orang yang berdasarkan undang-undang
berwenang melaksanakan lelang. Setiap pelaksanaan lelang (berdasarkan
Pasal 1a Vendu Reglement dan Pasal 2 PerMenKeu Nomor 93/PMK.06/2010) harus
dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Lelang tetap dilaksanakan walaupun
hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan dalam pelaksanaan lelang,
Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. Penawaran lelang
dilakukan secara tertulis dalam amplop tertutup dan diserahkan pada saat
pelaksanaan lelang. Dalam hal terdapat nilai penawaran yang sama diantara
peserta lelang, maka penawaran lelang akan dilanjutkan secara lisan naik-naik
terhadap penawar tertinggi yang sama tersebut.
Peserta lelang/kuasanya harus hadir pada saat pelaksanaan lelang
dengan terlebih dahulu melakukan registrasi. Bagi peserta yang memberikan kuasa
kepada pihak lain, harus disertai dengan Akta Kuasa Notariil. Peserta Lelang
yang teregistrasi wajib menyampaikan penawaran paling sedikit sama dengan harga
limit, bila penawaran kurang dari harga limit, maka bersedia dimasukkan dalam
daftar hitam peserta lelang. Dalam hal penawaran tertinggi dalam lelang telah
sesuai dengan kehendak Penjual, maka barang akan dilepas dan Pejabat Lelang
akan menetapkan penawar tertinggi sebagai Pemenang Lelang/Pembeli. Namun, dalam
hal penawaran tertinggi ternyata belum mencapai harga jual yang dikehendaki
(Harga Limit), maka Pejabat Lelang akan menetapkan bahwa obyek lelang akan
ditahan atau tidak ditunjuk pemenangnya, kecuali Penjual setuju untuk
melepaskan barang tersebut.
f.
Pemenang
lelang membayar harga lelang kepada KPKNL
Pemenang lelang harus menyelesaikan pelunasan pembayaran paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang, dan apabila pembayaran
tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka jaminan lelang
seluruhnya menjadi Hak Negara dengan disetorkan ke Kas Umum Negara. Pada
dasarnya Pembeli membayar uang pembelian lelang secara kontan, namun apabila
menggunakan cheque, maka sebelumcheque tersebut
dikliring dan hasil kliringnya dinyatakan baik oleh pihak Bank. Pejabat Lelang
diwajibkan menyetorkan uang hasil lelang ke rekening Penjual dalam waktu 1 x 24
jam setelah diterimanya pelunasan uang hasil lelang dari Pembeli.
g.
Bea Lelang
disetorkan ke Kas Negara oleh KPKNL
Bea lelang Pembeli yang dipungut sesuai dengan ketentuan
peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang, Staatsblad 1949-390, yaitu 9% untuk
barang bergerak dan 4,5% untuk barang tidak bergerak, dan uang miskin dipungut
berdasarkan Pasal 18 Vendu Reglement sebesar 0,7% untuk barang bergerak dan
0,4% untuk barang tidak bergerak. Dilain pihak kepada Penjual juga dipungut Bea
Lelang, yaitu 3% untuk barang bergerak dan 1,5% untuk barang tidak bergerak
dihitung dari Pokok Lelang. Kepada Penjual tidak dikenakan Uang Miskin
h.
Hasil
bersih lelang disetor ke pemohon lelang
Dalam hal pemohon lelang/pemilik barang adalah instansi
pemerintah maka hasil lelang disetorkan ke Kas Negara. Kemudian KPKNL
menyerahkan dokumen dan Petikan Risalah Lelang sebagai bukti untuk balik nama
dan sebagainya.
Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
(024) 76670350
HandPhone : 0821 3875 4004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar