PEKERJA KONTRAK
(PEKERJA WAKTU TERTENTU)
Perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja dapat dibuat untuk
waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Kami asumsikan yang Anda maksud
dengan kontrak kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”).
Menurut ketentuan Pasal
59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat
untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a
pekerjaan yang sekali
selesai atau yang sementara sifatnya;
b
pekerjaan yang
diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling
lama 3 (tiga) tahun;
c
pekerjaan yang
bersifat musiman; atau
d
pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajakan.
PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui (lihat Pasal 59 ayat [3] UUK). Penjelasannya
sebgai berikut:
1. PKWT
ini hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun danhanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (lihat Pasal 59 ayat [4] UUK).
Pengusaha yang
bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7
(tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam
waktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya demi hukum menjadi perjanjian
kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) (lihat Pasal 59 ayat [5] UUK).
Hal ini ditegaskan
pula dalam Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans Nomor Kep-100/Men/VI/2004
Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(“Kepmenakertrans
100/2004”) bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga)
tahun.
Juga dalam hal PKWT
dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka demi hukum perjanjian kerja
tersebut menjadi PKWTT (lihat Pasal
59 ayat [7] UUK).
Jadi, PKWT dibuat
untuk maksimal 3 (tiga) tahun dan apabila suatu PKWT dibuat melebihi waktu
tersebut demi hukum menjadi PKWTT atau dengan kata lain karyawan tersebut
menjadi karyawan permanen.
2. Sedangkan
pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (lihat Pasal 59 ayat [6] UUK).
Pembaharuan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT
dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu
pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan (lihat Pasal 3 ayat [5] Kepmenakertrans 100/2004).
Jadi, pembaruan perjanjian kerja ini baru dapat dilakukan
setelah melewati masa 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama dan hanya
dapat dilakukan 1 (satu) kali maksimal 2 (dua) tahun. Dan selama tenggang waktu
30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
pengusaha.
Konsekuensinya jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK maka demi hukum PKWT
tersebut menjadi PKWTT.
Sebagai kesimpulan, pekerja dengan PKWT hanya dapat diperpanjang
1 (satu) kali dan diperbaharui 1 (satu) kali, sehingga bila dihitung secara
keseluruhan masa PKWT beserta perpanjangan dan pembaharuan yang dimungkinkan
maksimal adalah 5 (lima) tahun.
KONTRAK
WAKTU TERTENTU
Memiliki kontrak waktu tertentu sangat penting
dalam hubungan profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak dan
kewajiban menjadi tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu
dicermati dalam kontrak waktu tertentu.
·
Mengikat pengusaha dan
pegawai
Bagi pegawai, kontrak
kerja merupakan pernyataan setuju bergabung dalam perusahaan sebagai karyawan
dengan sejumlah ketentuan. Di sini, kontrak kerja bisa berfungsi sebagai
pemberi rasa aman. Selain itu, juga berisi rincian tugas dan tanggung jawab.
·
Dibuat dengan Jelas
Undang-Undang No.13/ 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat d menyebutkan, pengusaha tidak boleh memberi
kewajiban kerja yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah kontrak kerja, menurut Pasal 54 ayat 1 UU No.13/2003, harus memuat:
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan.
b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat
pekerja/buruh.
c) Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat pekerjaan.
e) Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja.
h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian
kerja.
·
Tambahan yang perlu
diperhatikan
a) Tunjangan & fasilitas: Banyak perusahaan
memberikan gaji kotor, sehingga pegawai mendapati pemotongan pada gajinya.
Perhatikan juga tunjangan kesehatan, atau fasilitas kendaraan.
b) Masalah pengangkatan: Perhatikan untuk
kemungkinan pengangkatan. Apakah harus melalui masa percobaan dahulu, jika ya,
berapa lama masa percobaan.
c) Kontrak khusus: Jika perusahaan melakukan
pengembangan dan kita turut serta didalamnya, cermati apakah pemindahan ini
bersifat permanen dan status kita. Apakah sama dengan sebelumnya, atau
mengikuti perusahaan yang baru.
d) Jadwal kerja: Dalam kontrak kerja, tertulis
jadwal kerja yang harus dipatuhi. Lokasi kerja juga harus disebutkan. Di
samping itu, tanyakan juga jika menjalani kerja lembur, kita harus diberi
fasilitas tertentu.
e) Pemutusan hubungan kerja: Pasal ini membahas
kondisi yang bisa menyebabkan pegawai dikeluarkan jika terjadi pelanggaran.
Karena itu, kita perlu tahu kondisi-kondisi seperti apakah yang membuat seorang
pegawai dikeluarkan.
f) Kontrak kerja masa percobaan: Kontrak kerja
ada beberapa macam, untuk pegawai tetap, untuk jangka waktu tertentu, atau
proyek tertentu. Untuk kontrak jangka waktu tertentu atau sering disebut masa
percobaan, umumnya tiga bulan. Dalam masa ini, ada perusahaan yang memberikan
kontrak kerja, ada pula yang tidak. Di dalam kontrak masa percobaan, perlu ada
kriteria yang menentukan kompetensi seorang calon pegawai diangkat sebagai
pegawai tetap. Juga ada penjelasan seandainya kita merasa tidak cocok dan ingin
berhenti sebelum waktu kontrak berakhir, apakah juga bisa berhenti
sewaktu-waktu.
PEKERJA
MASA PERCOBAAN
Perlu diketahui bahwa masa percobaan hanya
dapat diberlakukan pada pekerja dengan perjanjian kerja dengan waktu tidak
tertentu (“PKWTT”) dan tidak dapat diterapkan pada perjanjian kerja waktu
tertentu (“PKWT”). Demikian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan, yang
berbunyi:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan
kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa
percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Masa percobaan dalam PKWTT bukanlah hal yang
wajib diterapkan dalam suatu perusahaan pada saat menerima pekerja baru. Hal
ini dapat kita lihat dalam Pasal
60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:
“Perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkanmasa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan.”
Kata-kata “dapat mensyaratkan” tersebut
berarti perusahaan boleh menerapkan ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan)
dan dapat juga tidak menerapkan ketentuan masa percobaan bagi pekerja baru
dengan PKWTT. Dengan demikian, perusahaan dapat menerapkan PKWTT tanpa
mensyaratkan masa percobaan bagi pekerjanya. Artinya, si pekerja dapat langsung
menjadi pegawai tetap/permanen (PKWTT).
Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan dikatakan bahwa apabila perusahaan mensyaratkan
masa percobaan, maka syarat masa percobaan tersebut harus dicantumkan dalam
perjanjian kerja (PKWTT). Jika tidak ada perjanjian kerja dalam bentuk
tertulis, maka perusahaan harus memberitahukan syarat masa percobaan kepada
pekerja dan mencantumkannya dalam surat pengangkatan.
Jika perusahaan tidak mencantumkan syarat
masa percobaan dalam perjanjian kerja (PKWTT) atau surat pengangkatan, maka
ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Dengan dianggap tidak adanya
ketentuan masa percobaan, maka pekerja tersebut secara langsung menjadi pekerja
tetap pada perusahaan.
Pekerja yang bekerja dalam masa percobaan,
tetap berhak atas upah di atas upah minimum yang berlaku (Pasal 60 ayat [2] jo. Pasal 90 ayat [1] UU
Ketenagakerjaan). Jika perusahaan memberikan upah di bawah upah minimum
yang berlaku, maka perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta (Pasal 185 ayat [1] jo. Pasal 90 ayat [1] UU Ketenagakerjaan).
Jadi, pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi
perusahaan untuk menerapkan ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan) bagi
pekerja dengan PKWTT sebelum menerima pekerja tersebut sebagai pekerja tetap di
perusahaan. Akan tetapi, pada umumnya perusahaan menerapkan masa percobaan
untuk melihat apakah kemampuan pekerja tersebut memenuhi standar perusahaan.
Apabila pekerja tersebut tidak memenuhi
standar yang dibutuhkan perusahaan, maka apabila masa percobaan selesai dan
perusahaan tidak mau mempekerjakan pekerja tersebut lebih lanjut, perusahaan
berhak mengakhiri PKWTT pekerja tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak
diwajibkan memberikan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan
uang penggantian hak. Kewajiban membayar uang pesangon sebagaimana diatur Pasal 156 UU Ketenagakerjaan hanya
berlaku untuk pemutusan hubungan kerja dengan pekerja tetap (PKWTT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar