PIDANA BERSYARAT DAN PIDANA/HUKUMAN PERCOBAAN
Pidana
bersyarat, yang dalam praktik hukum
sering disebut dengan pidana/hukuman percobaan,
adalah sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya bergantung pada
syarat-syarat tertentu atau kondisi tertentu. Seperti misalnya, pidana harus
dijalankan jika sebelum masa percobaan tersebut selesai, orang tersebut
melakukan tindak pidana. Ini berarti jika orang tersebut tidak melakukan tindak
pidana selama masa percobaan, maka pidana tersebut tidak perlu dijalankan.
Karena pidana bersyarat tersebut bergantung pada apakah orang tersebut
melakukan tindak pidana selama masa percobaan, maka sering disebut dengan
pidana percobaan.
Pidana bersyarat adalah pidana dengan
syarat-syarat tertentu. Pidana bersyarat ini diatur dalam Pasal 14a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) yang berbunyi:
(1) Apabila
hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak
termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat
memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian
hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana
melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan
dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa
percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam
perintah itu.
(2) Hakim
juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang
mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda,
tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin
diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana. Dalam menerapkan ayat
ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai
penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan
bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30
ayat 2.
(3) Jika
hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai
pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah
tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan
bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa
terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika
sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah
tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi
alasan perintah itu.
Sederhananya, Prof Dr. Wirjono
Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”
(hal. 183-184) menjelaskan mengenai pidana penghukuman bersyarat (pidana
bersyarat) yang diatur dalam Pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP, bahwa apabila
seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim
dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan. Kecuali, kemudian
ditentukan lain oleh hakim, seperti apabila si terhukum dalam tenggang waktu
percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu,
misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu.
Wirjono (Ibid, hal. 184) juga
menambahkan bahwa dalam praktik, hukuman semacam ini jarang sekali dijalankan
karena si terhukum akan berusaha benar-benar dalam masa percobaan tidak
melakukan suatu tindak pidana dan syarat khusus biasanya dipenuhi. Di samping
itu, apabila syarat-syarat dipenuhi, hukuman tidak otomatis dijalankan, tetapi
harus ada putusan lagi dari hakim dan ada kemungkinan hakim belum memerintahkan
supaya hukuman dijalankan, yaitu apabila misalnya si terhukum dapat
menginsafkan hakim bahwa si terhukum dapat dimaafkan dalam hal ini tidak
memenuhi syarat-syarat. Dalam praktik, mungkin sekali penghukuman bersyarat ini
sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman.
Jadi, berdasarkan bunyi Pasal 14a KUHP,
khususnya dalam ayat (2) dan penjelasan Wirjono di atas dapat kita lihat bahwa
pidana bersyarat memiliki keterkaitan dengan masa percobaan selama pidana
bersyarat itu dilakukan, yakni suatu pemidanaan dimana pidana tidak usah
dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain,
disebabkan (salah satunya) karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut habis.
Inilah yang kemudian dalam praktiknya, pidana bersyarat disamakan dengan pidana
percobaan.
Di samping itu, Anandito Utomo, S.H. dalam artikel Arti Pidana Bersyarat dan Pembebasan
Bersyarat juga menyatakan bahwa pidana bersyarat
adalah pidana dengan syarat-syarat tertentu, yang dalam praktik hukum disebut
dengan pidana/hukuman percobaan. Penjelasan lebih lanjut soal pidana
bersyarat dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam artikel tersebut.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda,
dalam sistem peradilan anak juga dikenal istilah pidana bersyarat, yakni
disertai syarat umum dan syarat khusus. Apa saja itu? Penjelasan lebih lanjut
dapat Anda simak dalam artikel Pidana Bersyarat Terhadap Anak
dalam Praktik.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar
hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar