“Gabungan satu perbuatan atas
beberapa perbuatan pidana adalah tergantung pada terlanggarnya satu atau
beberapa kepentingan hukum atau apakah terdakwa dengan melakukan
perbuatan yang satu dengan sendirinya melakukan perbuatan yang lain”
V. Bemmelen
Teori Gabungan Melakukan Tindak Pidana
Pokok persoalan dalam gabungan
melakukan tindak pidana adalah mengenai bagaimana sistem pemberian hukuman bagi
seseorang yang telah melakukan delik gabungan, sebagaimana dijelaskan dalam bab
pertama bahwa dalam KUHP terdapat empat teori yang dipergunakan untuk
memberikan hukuman bagi pelaku tindak pidana gabungan, yaitu :
1
Absorbsi Stelsel
Dalam
sistem ini pidana yang dijatuhkan ialah pidana yang terberat di antara beberapa
pidana yang diancamkan.Dalam hal ini seakan-akan pidana yang ringan terserap
oleh pidana yang lebih berat. Kelemahan dari sistem ini ialah terdapat
kecenderungan pada pelaku jarimah untuk melakukan perbuatan pidana yang lebih
ringan sehubungan dengan adanya ancaman hukuman yang lebih berat.Dasar daripada
sistem hisapan ini ialah pasal 63 dan 64, yaitu untuk gabungan tindak pidana
tunggal dan perbuatan yang dilanjutkan.
2
Absorbsi Stelsel yang
Dipertajam
Dalam
sistem ini ancaman hukumannya adalah hukuman yang terberat, namun masih harus
ditambah 1/3 kali maksimum hukuman terberat yang disebutkan. Sistem ini
dipergunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman
pokoknya ialah sejenis. Adapun dasar yang digunakan adalah pasal 65.
3
Cumulatie Stelsel
Adalah
sistem cumulasi yang semua ancaman hukuman dari gabungan tindak pidana tersebut
dijumlahkan, tanpa ada pengurangan apa-apa dari penjatuhan hukuman tersebut.Sistem
ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap pelanggaran dengan
pelanggaran dan kejahatan dengan pelanggaran. Dasar hukumnya adalah pasal 70
KUHP.
4
Cumulatie yang Diperlunak
Yaitu
tiap-tiap ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan,
dijumlahkan seluruhnya. Namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah
sepertiganya.Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana
ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Adapun dasar hukum sistem ini adalah
pasal 66 KUHP.
Dari keempat stelsel di atas
yang sering dipergunakan hanyalah tiga, yaitu sistem absorbsi, absorbsi yang
dipertajam, dan cumulasi yang diperlunak. Sementara itu cumulatie murni tidak
pernah dipergunakan dalam praktek, karena bertentangan dengan ajaran samenloop
yang pada prinsipnya meringankan terdakwa
Dalam KUHP gabungan melakukan
tindak pidana sering diistilahkan dengan Samenloop van Strafbare Feiten yaitu
satu orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana, sementara itu Mas’ad
Ma’shum memberikan definisi gabungan melakukan tindak pidana ini dengan
beberapa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Mr. Karni lain lagi, beliau
lebih suka memakai istilah “delik yang tertindih tepat” oleh karena pada
concursus tersebut nampak beberapa delik yang tertindih tepat yang ditimbulkan
oleh perbuatan si pembuat.
Pada delik penyertaan (delneming)
terlibat beberapa orang dalam satu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan pada
gabungan beberapa perbuatan atau concursus terdapat beberapa perbuatan yang
dapat dihukum yang dilakukan oleh satu orang, sebagaimana dalam recidive. Akan
tetapi dalam recividive, beberapa perbuatan pidana yang telah dilakukan
diselingi oleh suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap,
sehingga karenanya terhukum dinyatakan telah mengulang kembali melakukan
kejahatan.
Sementara itu dalam gabungan
melakukan tindak pidana, pelaku telah berturut-turut melakukan beberapa
perbuatan pidana tanpa memberi kesempatan pada pengadilan untuk mengadili dan
menjatuhkan hukuman atas salah satu perbuatan tersebut.
Gabungan melakukan tindak
pidana juga sering dipersamakan dengan perbarengan melakukan tindak pidana
yaitu seseorang yang melakukan satu perbuatan yang melanggar beberapa ketentuan
hukum atau melakukan beberapa perbuatan pidana yang masing-masing perbuatan itu
berdiri sendiri yang akan diadili sekaligus, dimana salah satu dari perbuatan
itu belum mendapatkan keputusan tetap.
Gabungan melakukan tindak
pidana (concursus) diatur dalam KUHP mulai pasal 63 sampai 71 buku I Bab VI.
Dari pasal-pasal tersebut nantinya dapat menghapus kesan yang selama ini ada
dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa perbuatan
pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan
yang dilakukannya.
Adapun bunyi pasal-pasal yang
menjadi dasar hukum dari gabungan melakukan tindak pidana ini, adalah:
1. Pasal 63 tentang Concursus
Idealis
(1) Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari
satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu
yang dipakai; jika pidana berlain, maka yang dipakai ialah ketentuan yang
terberat pidana pokoknya;
(2) Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana
karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana
khusus itu sajalah yang digunakan.
Dari pasal di atas maka orang
yang melakukan tindak pidana sekaligus dapat dikatakan melakukan
peristiwa pidana gabungan sebagaimana dimaksud oleh pasal ini.
Sedangkan ayat 2 menjelaskan
apabila ada sesuatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang
khusus di samping pidana yang umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah
yang dipakai. Ini adalah penjelmaan slogan kuno yang berbunyi lex specialis
derogat lex generalis.
2. Pasal 64 tentang Vorgezette
Handeling
(1) Kalau antara beberapa perbuatan ada
perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan
atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang
berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah
ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2) Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang
dijalankan, apabila orang disalahkan memalsukan atau merusak uang dan memakai
benda, yang terhadapnya dilakukan perbuatan memalsukan atau merusak uang itu;
(3) Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 364, 373, 379 dan pasal 407 ayat pertama dilakukan dengan
berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan orang karena perbuatan itu
lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal 362, 372, 378, atau
406.
Pasal 64 ini menjadi dasar
hukum bagi perbuatan yang berkelanjutan yaitu antara perbuatan yang satu dengan
yang lainnya ada kaitannya. Tindak pidana yang dikategorikan sebagai perbuatan
pidana yang berkelanjutan seperti pencurian ringan (pasal 364), penggelapan
ringan (pasal 373), penggelapan biasa (pasal 372) selanjutnya beberapa penipuan
ringan (pasal 379), penipuan biasa (pasal 378), perusakan barang (pasal 407
ayat 1) dan juga perusakan barang biasa (pasal 406).
3. Pasal 65 tentang Concursus
Realis
(1) Jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang
masing-masingnya harus dipandang sebagai satu perbuatan bulat dan yang
masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokoknya yang
sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan;
(2) Maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum yang
diancamkan atas tiap-tiap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari yang
terberat ditambah sepertiganya.
Apa yang tersirat dalam pasal
65 ini adalah bentuk gabungan beberapa kejahatan (concursus realis).
Apabila terdapat seseorang yang melakukan beberapa kejahatan, akan dijatuhi
satu hukuman saja apabila hukuman yang diancamkan adalah sejenis hukuman mana
tidak boleh lebih dari maksimum bagi kejahatan yang terberat ditambah
dengan sepertiganya. Pasal 65 ini membahas tentang gabungan kejahatan yang
hukumannya sejenis.
4. Pasal 66 KUHP
(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan bulat (yang berdiri sendiri), dan merupakan
beberapa kejahatan, yang atasnya ditentukan pidana pokok yang tidak semacam,
maka setiap pidana itu dijatuhkan, tetapi jumlah lamanya tidak boleh
melebihi pidana yang tertinggi ditambah sepertiganya;
(2) Dalam hal itu pidana denda dihitung menurut
lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 66 ini juga menjadi dasar
hukum bagi gabungan beberapa perbuatan (concursus realis) hanya bedanya hukuman
yang diancamkan bagi kejahatan-kejahatan itu tidak sejenis. Maka dari itu
hukuman yang dijatuhkan tidak hanya satu melainkan tiap-tiap perbuatan itu
dikenakan hukuman, namun jumlah semuanya tidak boleh lebih dari hukuman yang
terberat ditambah dengan sepertiganya bagi hukuman denda diperhitungkan
hukuman kurangan penggantinya.
5. Pasal 67 KUHP
Pada pemidanaan dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup, tidak dapat dijatuhkan di sampingnya
pidana lain daripada pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang yang
telah disita, dan pengumuman keputusan hakim.
Dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa hukuman kurungan dan hukuman denda tidak dapat dijatuhkan berdampingan
dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup yang dikenakan.
6. Pasal 68 KUHP
(1) Dalam hal ihwal yang tersebut dalam pasal 65 dan
66 maka tentang pidana tambahan berlaku ketentuan yang berikut di bawah ini:
Ke-1 Pidana mencabut hak yang sama dijadikan satu
pidana, lamanya, sekurang-kurangnya dua tahun, selama-lamanya lima tahun lebih
dari pidana pokok atau pidana pokok yang dijatuhkan lain dari denda, dijadikan
satu pidana sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun; (KUHP
pasl 38)
Ke-2 Pidana mencabut hak yang berlain-lainan,
dijatuhkan masing-masing bagi tiap-tiap kejahatan dengan tidak dikurangi;
Ke-3 Pidana merampas barang, begitu juga pidana
kurungan pengganti jika barang itu tidak diserahkan, dijatuhkan masing-masing
bagi tiap-tiap kejahatan yang tidak dikurangi.
(2) Jumlah pidana kurungan pengganti itu lamanya tidak
lebih lama dari delapan bulan.
Pasal di atas berbicara
mengenai apabila seorang hakim akan menjatuhkan hukuman tambahan berupa
pencabutan hak-hak tertentu yang sama jenisnya. Lamanya pencabutan harus sama
dengan lamanya hukuman penjara atau hukuman kurungan yang dijatuhkan, ditambah
dengan sedikit-dikitnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.
Apabila hukuman tersebut tidak
sama jenisnya, pencabutan hak itu dijatuhkan pada tiap-tiap kejahatan yang
dituduhkan, tanpa dikurangi. Demikian pula apabila dijatuhkan hukuman
tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dari hukuman kurungan
pengganti itu tidak diserahkan, maka tiap-tiap hukuman harus dijatuhkan tanpa
dikurangi, sementara itu hukuman pengganti lainnya tidak boleh lebih dari
delapan bulan.
7. Pasal 69 KUHP
(1) Perbandingan berat pidana pokok yang
tidak semacam, ditentukan menurut urutan pada pasal 10;
(2) Dalam hal hakim dapat memilih antara
beberapa macam pidana pokok, maka untuk perbandingan hanya pidana yang terberat
saja yang dapat dipilihnya;
(3) Perbandingan beratnya pidana pokok
yang semacam, ditentukan oleh maksimumnya;
(4) Perbandingan lamanya pidana pokok yang
tidak semacam, maupun pidana pokok yang semacam ditentukan pula oleh
maksimumnya.
Sebagaimana diketahui bahwa
hukuman terdiri dari dua macam yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan yang
ketentuannya terdapat dalam pasal 10, apabila terdapat dua hukuman yang berbeda
maka diharapkan dipilih hukuman yang terberat, perbandingan lamanya
hukuman yang tidak sejenis ditentukan oleh maksimumnya.
8. Pasal 70 KUHP
(1) Jika ada gabungan secara yang termaktub dalam
pasal 65 dan 66 antara pelanggaran dengan kejahatan atua antara pelanggaran
dengan pelanggaran, maka dijatuhkan pidana bagi tiap pelanggaran itu dengan
tidak dikurangi.
(2) Untuk pelanggaran jumlah pidana kurungan dan
pidana kurungan pengganti, tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan
jumlah pidana kurungan pengganti tidak boleh melebihi delapan bulan.
Pasal 70 ini memuat tentang
gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Maka
dalam hal ini setiap kejahatan harus dijatuhi hukuman tersendiri begitu juga
dengan pelanggaran harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri. Apabila terdapat
hukuman kurungan maka hal ini tidak lebih dari satu tahun empat bulan sedang
apabila mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak boleh lebih dari
delapan bulan.
9. Pasal 70 bis
Dalam melakukan pasal 65, 66
dan 70 maka kejahatan yang diterangkan dalam pasal 302, ayat (1), 352, 364,
373, 379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, tetapi jika dijatuhkan pidana penjara jumlah
pidana ini bagi kejahatan-kejahatan tersebut tidak boleh melebihi delapan
bulan.
Untuk menjalankan peraturan
dalam pasal 65, 66, dan 70 maka untuk kejahatan ringan harus dijatuhi hukuman
sendiri-sendiri, dengan ketentuan apabila dijatuhi hukuman penjara maka tidak
boleh lebih dari delapan bulan.
10. Pasal 71 KUHP
(1) Kalau seseorang, sesudah dipidana disalahkan
pula berbuat kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan sebelum ia dipidana itu,
maka pidana yang dahulu itu turut dihitung, dengan menggunakan ketentuan dalam
bab ini dalam hal perkara-perkara itu, kecuali yang ditentukan dalam ayat
berikut.
(2) Kalau seseorang, sesudah dipidana penjara
seumur hidup, disalahkan pula berbuat kejahatan yang dilakukan sebelum ia
dipidana, dan yang diancam dengan pidana mati, maka dapat dijatuhkan pidana mati.
Perbuatan yang dilakukan dalam
bentuk gabungan tidak senantiasa dapat diadili sekaligus dalam waktu yang sama.
Dari pasal-pasal di atas maka
dapatlah diketahui bagaimana sistem pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana
gabungan.
Gabungan perbuatan yang dapat dihukum mempunyai
tiga bentuk,concursus ini diatur didalam KUHP Bab. VI, adalah
sebagai berikut :
1. Concursus Idealis (Pasal 63 KUHP)
2. Concursus Berlanjut (Pasal 64
KUHP)
3. Concursus Realis (Pasal 65 – 71
KUHP)
KUHP mengatur perbarengan tindak pidana dalam
Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak
memberikan definisi perbarengan tindak pidana (Concursus). Namun, dari
rumusan pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian dan sistem pemberian pidana
bagiconcursus sebagai berikut.
A.Concursus Idealis
Pengertian dari concursus idealis
adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam banyak (Lebih dari satu) aturan
pidana. Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah
Absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat, Contoh :
Terjadi pemerkosaan dijalan umum,
maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan
pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut pasal 281.
Dengan sistem asorbsi maka yang
dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12 tahun.
Namun ketika terjadi perbedaan
pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis pidana pokok yang terberat
menurut pasal 10 KUHP.
Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium
(Lex specialis derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang
khusus meniadakan UU yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang
umum dan yang khusus maka diambil yang khusus.
B.Concursus Berlanjut
Pengertian dari concursus
berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang atau
berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis berhubungan dan dilihat dalam
satu perbuatan.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting),
kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah :
o Harus ada satu keputusan kehendak
o Masing- masing perbuatan harus
sejenis
o Tenggang waktu antara
perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama
Batasan waktu yang terciri dalam concursus
berlanjut adalah dibatasi pada putusan hakim (in kracht).
Sistem pemberian pidana bagi
perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman
terberat. Dan apabila berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang
terberat.
C. Concursus Realis
Pengertian concursus realis
adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu
berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak
perlu berhubungan).
Sistem pemberian pidana bagi
concursus realis ada beberapa macam :
o Absorbsi dipertajam
Pengertian, apabila diancam
dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan
bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari jumlah maksimum terberat
ditambah sepertiga.
o Kumulatif diperlunak
Apabila diancam dengan pidana
pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana pokok akan dikenakan dengan
ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah pidana pokok terberat ditambah
sepertiga.
o Apabila concursus realis berupa
pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum kumulitf (Jumlah), Jumlah semua
pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4 bulan
o Apabila concursus realis berupa
kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan sistem pemberian pidana kumulatif,
Maksimum pidana penjara 8 bulan. (808hr)
Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati Juwana Km. 3 Pati
(024)76670350
0821 3875 4004
2AB48511
kantorhukumkalingga.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar