Selasa, 16 April 2013


LUHUT. M. SINAGA, SH. MH

  CONTOH PENGALIHAN HAK ATAS PIUTANG SEBAGAI JAMINAN


Perjanjian ini dibuat pada tanggal satu bulan dua tahun dua ribu sebelas (01-02-2012) bertempat di Surabaya, oleh dan antara:


1.   
Nama
: ...............
Jabatan
: ...............
Alamat
: ...............
No KTP
: ...............

Bertindak untuk dan atas nama ....... dan beralamat di ...., slanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.

2.
Nama
: ...............
Jabatan
: ...............
Alamat
: ...............
No KTP
: ...............

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.





Kedua belah pihak menerangkan terlebih dahulu:

Bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk mengadakan pengalihan hak atas piutang Debitur untuk menjamin pembayaran yang tepat waktu atas setiap dan seluruh jumlah uang yang sekarang atau di kemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh Debitur kepada Bank berdasarkan akta perjanjian kredit di bawah tangan Nomor xxx, tanggal xxx beserta perubahan-perubahannya, (selanjutnya disebut "Perjanjian Kredit"), dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:



                                                      Pasal 1: Definisi

"Piutang" berarti setiap dan semua piutang dagang dalam bentuk dan nama apa pun baik yang ada sekarang maupun di kemudian hari yang timbul dari kegiatan usaha Debitur.


                                                 Pasal 2: Pengalihan haK

(1) Untuk menjamin pembayaran kembali utang pokok, bunga, dan seluruh jumlah uang yang sekarang atau di kemudian hari akan terutang oleh Debitur kepada Bank berdasarkan Perjanjian Kredit pada waktunya dan dengan sebagaimana mestinya, Debitur dengan ini mengalih-kan (men-cessie- kan) kepada Bank, dan Bank menerima pengalihan hak Debitur atas Piutang.

(2) Atas permintaan Bank, Debitur terikat untuk menyerahkan kepada Bank atau menyimpan untuk kepentingan Bank, surat-surat berharga, faktur dan surat-surat lainnya yang merupakan bukti Piutang, dan Debitur akan mengendos surat-surat berharga tersebut bilamana diminta oleh Bank.


                                                 Pasal3: Pernyataan dan jaminan

Debitur menjamin Bank bahwa Piutang yang dialihkan (di-cessie-kan) kepada Bank dalam perjanjian ini adalah benar- benar aset Debitur sendiri, tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak apa pun, tidak tersangkut dalam perkara/ sengketa, dan tidak berada dalam suatu sitaan, serta belum pernah diserahkan (di-cessie-kan) atau dijadikan jaminan pembayaran utang dengan cara bagaimana pun dan kepada siapa pun.


                                              Pasal 4: haK dan KeKuasaan KrediTur

(A) Debitur dengan ini memberi kuasa kepada Bank dengan hak substitusi, untuk melakukan setiap dan semua tindakan atas nama Debitur guna melakukan penagihan Piutang.

(B) Kuasa tersebut dan kuasa-kuasa lain yang diberikan berdasarkan perjanjian ini tidak dapat dicabut kembali dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kredit, tanpa kuasa mana Perjanjian Kredit tidak akan dibuat dan kuasa tersebut tidak akan berakhir karena sebab apa pun.


                                                        Pasal 5: Pengawasan

Debitur harus mengizinkan wakil-wakil Bank, pada setiap waktu selama jam kerja Debitur, untuk memasuki pekarangan dan bangunan tempat Debitur untuk memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain dari Debitur yang menurut pertimbangan Bank perlu diperiksa guna mengawasi penanganan Piutang oleh Debitur.


                                                         Pasal 6: Pembayaran

Seluruh pembayaran yang diterima oleh Bank dari penagihan piutang, harus dipergunakan oleh Bank untuk diperhitungkan dengan seluruh jumlah utang-utang yang wajib dibayar oleh Debitur kepada Bank, namun Debitur tetap bertanggung jawab untuk membayar sisa utang kepada Bank bila hasil tagihan Piutang tidak cukup untuk melunasi seluruh utang Debitur kepada Bank.


                                                           Pasal 7: Retrocessie
 
Penyerahan hak atas Piutang yang tercantum dalam akta ini tetap berlangsung diantara Para Pihak selama Debitur masih mempunyai suatu utang, sehingga bilamana semua utang Debitur kepada Bank berdasarkan Perjanjian Kredit sudah dibayar lunas seluruhnya dan secara sebagaimana mestinya, maka hak milik atas Piutang dengan sendirinya beralih kembali kepada Debitur dengan cara Bank memberikan keterangan tertulis bahwa Bank tidak lagi mempunyai tagihan atau tuntutan apa pun terhadap Debitur berdasarkan Perjanjian ini.


                                                         Pasal 8: Force Majeure

1. Terhadap pembatalan akibat Force Majeure, kedua belah pihak sepakat menanggung kerugiannya masing-masing.

2. Force Majeure yang dimaksud dalam perjanjian ini adalah suatu keadaan memaksa di luar batas kemampuan kedua belah pihak yang dapat mengganggu bahkan menggagalkan terlaksananya perjanjian ini, seperti bencana alam, epidemik, peperangan, pemogokan, sabotase, pemberontakan masyarakat, blokade, kebijaksanaan pemerintah khususnya di bidang moneter, kecelakaan atau keterlambatan yang disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia.




                                                           Pasal 9: Perselisihan

Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak berkaitan dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya dengan cara musyawarah untuk mufakat. Apabila dengan cara musyawarah untuk mufakat, penyelesaian tidak tercapai, para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan secara hukum.


                                                             Pasal 10: domisili

Mengenai Perjanjian ini dan segala akibatnya, Debitur memilih domisili yang umum dan tetap di kantor Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Barat.


                                                            Pasal 11 : Penutup

Demikianlah perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) dengan bermaterai secukupnya serta ditandatangani oleh para pihak dalam keadaan sehat jasmani dan rohani tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.


                        Pihak I                                                             Pihak II

                  ……………….                                               ……………….


ADHI BUDI SUSILO,S.H.M.H

PERBANDINGAN ANTARA UU
PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945 DENGAN UUD NRI 1945
(PASCA AMANDEMEN)[1]



Pada periode amandemen, belum nampak jelas pemisahan kekuasaan (check and balances). Terlepas dari keberadaan format ketatanegaraan yang bersifat yuridis formal, keanggotaan lembaga tertinggi negara masih didominasi oleh struktur perpolitikan yang tidak sehat. Secara garis besar UUD 1945 sebelum diamandemen mengindikasikan bahwa:
a.       Prosedur penetapan konstitusi dilakukan oleh MPR yang merupakan  representasi dari DPR, teritorial dan fungsional (utusan daerah dan golongan)
b.      Sistem pemerintahan quasi presidensial, yaitu kedudukan Presiden dan MPR adalah sejajar, Presiden bertanggung jawab kepada MPR
Berkaitan dengan hal ini, menurut Mukthie Fadjar UUD 1945 harus diubah atau bahkan diganti dengan UUD baru, karena:[2]
a.       Struktur UUD 1945 menempatkan dan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden (executive heavy), yaitu Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (chief executive), menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang (legislative power), dan juga berbagai kekuasaan dan hak-hak konstitusional (hak prerogatif)sebagai kepala negara (head of state)
b.      UUD 1945 tidak cukup memuat system check and balances antara cabang-cabang pemerintahan, sehingga kekuasaan Presiden sangat dominan
c.       UUD 1945 tidak memuat ketentuan tentang batas waktu pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR dan Presiden

Beberapa perubahan sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945 antara lain:
1.      Perubahan Sistem Perwakilan dan Kekuasaan Legislatif
a.       MPR
Sebelum Amandemen UUD 1945
Pasca Amandemen UUD 1945
Merupakan lembaga tertinggi negara pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2)
Tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi
Keanggotaannya terdiri atas seluruh anggota DPR + utusan daerah dan golongan (Pasal 2 ayat 1)
Keanggtaannya terdiri dari seluruh anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilu (Pasal 2 ayat 1)
Rekrutmen keanggotaan tidak diatur dalam konstitusi, ada sebagian yang dipilih melalui pemilu langsung, ada yang dipilih oleh DPRD I >utusan daerah, ada yang diangkat oleh Presiden (utusan golongan, sebagian anggota DPR dan anggota tambahan)
MPR berwenang menetapkan UUD dan GBHN (Pasal 3), memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat 2) dan mengubah UUD (Pasal 37)
Berwenang:
Melantik Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 1 dan 2), memberhentikan Presiden dan Wapres (Pasal 2 ayat 3 jo Pasal 7A dan 7B), memilih Wapres apabila terjadi kekuasaan dari calon yang diajukan Presiden (Pasal 8 ayat 2) dan memilih keduanya apabila berhalangan tetap (Pasal 8 ayat 3)

b.      DPR
Sebelum Amandemen UUD 1945
Pasca Amandemen UUD 1945
Dikategorikan sebagai lembaga tinggi negara (Tap MPR No. III/MPR/1978)
Anggotanya dipilih melalui Pemilu (Pasal 19 ayat 1)
Seluruh anggota DPR =anggota MPR (Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 19)
Memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 ayat 1)
Rekrutmen keanggotaan tidak diatur dalam konstitusi, ada sebagian yang dipilih melalui pemilu langsung, ada yang diangkat oleh Presiden (sebagian anggota DPR )
Memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (Pasal 20A ayat 1)
Berwenang:
Memberi persetujuan atas UU (Pasal 20), APBN (Pasal 23 ayat 1), pernyataan perang, perdamaianm dan perjanjian dengan negara lain
NB: Kewenangan membentuk ada di Presiden, DPR hanya menyetujui (Pasal 5 ayat 1)
Berwenang:
Impeachment Presiden dan Wapres (Pasal 7 ayat 1 dan 2), memberikan persetujuan atas UU bersama Presiden (Pasal 20 ayat 2) pernyataan perang, perdamaianm dan perjanjian dengan negara lain(Pasal 11) persetujuan pengangkatan calon anggota Hakim Agung atas usulan KY+memberikan pertimbangan untuk pengangkatan duta (Pasal 13 ayat 2), menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat 3) dan pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2), memilih calon anggota BPK (Pasal 23F ayat 1) mengusulkan 3 orang hakim konstitusi kepada Presiden (Pasal 24C ayat 3)

c.       DPD
1.      Anggotanya mewakili setiap provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 22C ayat 1) dan semua anggotanya otomatis adalah anggota MPR (Pasal 2 ayat 1). Jumlah anggota setiap provinsi sama dan jumlahnya tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR (Pasal 22 ayat 2)
2.      Berwenang:
a.       Mengusulkan kepada DPR (Pasal 22D ayat 1) dan ikut membahas(Pasal 22D ayat 2) RUU yang berkaitan dengan daerah, hubungan pusat dan daerah, memberikan pertimbangan untuk RUU APBN, RUU pajak, pendidikan dan agama (Pasal 22D ayat 2), pengawasan terhadap daerah(Pasal 22D ayat 3) dan memilih anggota BPK (Pasal 23F ayat 1)

Dengan demikian, dalam sistem perwakilan dan kekuasaan legislatif telah terjadi perubahan yang sangat signifikan sbb:
a.       Tidak lagi ada supremasi MPR beralih ke trias politika dengan sistem check and balances
b.      Pergeseran sistem unikameral ke arah bikameral dengan adanya DPD. Hapusnya utusan golongan dan fungsional
c.       Pergeseran kekuasaan membentuk UU dari Presiden ke DPR


2.      Perubahan Kekuasaan Eksekutif
-          Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk UU akan tetapi hanya mengajukan untuk mendapat persetujuan DPR, dan bersama DPR mengesahkannya menjadi UU
-          Dipilih langsung melalui Pemilu yang diusulkan oleh partai atau gabungan partai (Pasal 6 ayat 1)
-          Masa jabatan 5 tahun dan tegas dibatasi 2 periode
-          Ditentukannya mekanisme Impeachment yang melibatkan MK, DPR dan MPR
-          Presiden tidak dapat membubarkan DPR
-          Pengangkatan pejabat-pejabat publik harus melalui persetujuan DPR
-          Presiden berwenang membentuk dewan pertimbangan sebagaimana DPA dihapuskan
-          Dalam pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian harus diatur dengan UU
3.      Sistem Kekuasaan Kehakiman
-          Penegasan mengenai independensi kekuasaan kehakiman (Pasal 24 ayat 1) sedangkan sebelumnya hanya dalam Penjelasan (ini sebagai konsekuensi dihapuskannya penjelasan UUD  1945)
-          Munculnya Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial
-          Penegasan tentang Judicial Review, yaitu bahwa pengujian peraturan di bawah UU oleh MA dan UU oleh MK
4.      Perkembangan Lembaga Negara
Sebagai konsekuensi logis dari pemisahan kekuasaan, maka ada Delapan Lembaga Negara yang memiliki kedudukan sederajat dan mempunyai kewenangan secara konstitusional dan UUD. Lembaga tersebut antara lain DPR, DPD, MPR, BPK, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK , KY. Masih ada lembaga negara yang lain yang fungsi dan kewenangannya di atur dalam UUD. Masing-masing adalah :
1.      TNI
2.      Kepolisian Negara Republik Indonesia
3.      Pemerintah Daerah
4.      Partai Politik
Bahkan masih ada lembaga negara yang kewenangannya di atur menurut Undang-undang dan merupakan lembaga Independen, yaitu Bank Indonesia dan Komisi Pemilihan Umum.
Sebelum amandemen, ada lembaga negara yang berada di ranah eksekutif sekarang menjadi independen. Lembaga-lembaga tersebut yaitu: Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemilihan Umum[3]

halaman 125-132
PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945 DENGAN UUD NRI 1945
(PASCA AMANDEMEN)[1]



Pada periode amandemen, belum nampak jelas pemisahan kekuasaan (check and balances). Terlepas dari keberadaan format ketatanegaraan yang bersifat yuridis formal, keanggotaan lembaga tertinggi negara masih didominasi oleh struktur perpolitikan yang tidak sehat. Secara garis besar UUD 1945 sebelum diamandemen mengindikasikan bahwa:
a.       Prosedur penetapan konstitusi dilakukan oleh MPR yang merupakan  representasi dari DPR, teritorial dan fungsional (utusan daerah dan golongan)
b.      Sistem pemerintahan quasi presidensial, yaitu kedudukan Presiden dan MPR adalah sejajar, Presiden bertanggung jawab kepada MPR
Berkaitan dengan hal ini, menurut Mukthie Fadjar UUD 1945 harus diubah atau bahkan diganti dengan UUD baru, karena:[2]
a.       Struktur UUD 1945 menempatkan dan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden (executive heavy), yaitu Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (chief executive), menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang (legislative power), dan juga berbagai kekuasaan dan hak-hak konstitusional (hak prerogatif)sebagai kepala negara (head of state)
b.      UUD 1945 tidak cukup memuat system check and balances antara cabang-cabang pemerintahan, sehingga kekuasaan Presiden sangat dominan
c.       UUD 1945 tidak memuat ketentuan tentang batas waktu pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR dan Presiden

Beberapa perubahan sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945 antara lain:
1.      Perubahan Sistem Perwakilan dan Kekuasaan Legislatif
a.       MPR
Sebelum Amandemen UUD 1945
Pasca Amandemen UUD 1945
Merupakan lembaga tertinggi negara pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2)
Tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi
Keanggotaannya terdiri atas seluruh anggota DPR + utusan daerah dan golongan (Pasal 2 ayat 1)
Keanggtaannya terdiri dari seluruh anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilu (Pasal 2 ayat 1)
Rekrutmen keanggotaan tidak diatur dalam konstitusi, ada sebagian yang dipilih melalui pemilu langsung, ada yang dipilih oleh DPRD I >utusan daerah, ada yang diangkat oleh Presiden (utusan golongan, sebagian anggota DPR dan anggota tambahan)
MPR berwenang menetapkan UUD dan GBHN (Pasal 3), memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat 2) dan mengubah UUD (Pasal 37)
Berwenang:
Melantik Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 1 dan 2), memberhentikan Presiden dan Wapres (Pasal 2 ayat 3 jo Pasal 7A dan 7B), memilih Wapres apabila terjadi kekuasaan dari calon yang diajukan Presiden (Pasal 8 ayat 2) dan memilih keduanya apabila berhalangan tetap (Pasal 8 ayat 3)

b.      DPR
Sebelum Amandemen UUD 1945
Pasca Amandemen UUD 1945
Dikategorikan sebagai lembaga tinggi negara (Tap MPR No. III/MPR/1978)
Anggotanya dipilih melalui Pemilu (Pasal 19 ayat 1)
Seluruh anggota DPR =anggota MPR (Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 19)
Memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 ayat 1)
Rekrutmen keanggotaan tidak diatur dalam konstitusi, ada sebagian yang dipilih melalui pemilu langsung, ada yang diangkat oleh Presiden (sebagian anggota DPR )
Memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (Pasal 20A ayat 1)
Berwenang:
Memberi persetujuan atas UU (Pasal 20), APBN (Pasal 23 ayat 1), pernyataan perang, perdamaianm dan perjanjian dengan negara lain
NB: Kewenangan membentuk ada di Presiden, DPR hanya menyetujui (Pasal 5 ayat 1)
Berwenang:
Impeachment Presiden dan Wapres (Pasal 7 ayat 1 dan 2), memberikan persetujuan atas UU bersama Presiden (Pasal 20 ayat 2) pernyataan perang, perdamaianm dan perjanjian dengan negara lain(Pasal 11) persetujuan pengangkatan calon anggota Hakim Agung atas usulan KY+memberikan pertimbangan untuk pengangkatan duta (Pasal 13 ayat 2), menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat 3) dan pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2), memilih calon anggota BPK (Pasal 23F ayat 1) mengusulkan 3 orang hakim konstitusi kepada Presiden (Pasal 24C ayat 3)

c.       DPD
1.      Anggotanya mewakili setiap provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 22C ayat 1) dan semua anggotanya otomatis adalah anggota MPR (Pasal 2 ayat 1). Jumlah anggota setiap provinsi sama dan jumlahnya tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR (Pasal 22 ayat 2)
2.      Berwenang:
a.       Mengusulkan kepada DPR (Pasal 22D ayat 1) dan ikut membahas(Pasal 22D ayat 2) RUU yang berkaitan dengan daerah, hubungan pusat dan daerah, memberikan pertimbangan untuk RUU APBN, RUU pajak, pendidikan dan agama (Pasal 22D ayat 2), pengawasan terhadap daerah(Pasal 22D ayat 3) dan memilih anggota BPK (Pasal 23F ayat 1)

Dengan demikian, dalam sistem perwakilan dan kekuasaan legislatif telah terjadi perubahan yang sangat signifikan sbb:
a.       Tidak lagi ada supremasi MPR beralih ke trias politika dengan sistem check and balances
b.      Pergeseran sistem unikameral ke arah bikameral dengan adanya DPD. Hapusnya utusan golongan dan fungsional
c.       Pergeseran kekuasaan membentuk UU dari Presiden ke DPR


2.      Perubahan Kekuasaan Eksekutif
-          Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk UU akan tetapi hanya mengajukan untuk mendapat persetujuan DPR, dan bersama DPR mengesahkannya menjadi UU
-          Dipilih langsung melalui Pemilu yang diusulkan oleh partai atau gabungan partai (Pasal 6 ayat 1)
-          Masa jabatan 5 tahun dan tegas dibatasi 2 periode
-          Ditentukannya mekanisme Impeachment yang melibatkan MK, DPR dan MPR
-          Presiden tidak dapat membubarkan DPR
-          Pengangkatan pejabat-pejabat publik harus melalui persetujuan DPR
-          Presiden berwenang membentuk dewan pertimbangan sebagaimana DPA dihapuskan
-          Dalam pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian harus diatur dengan UU
3.      Sistem Kekuasaan Kehakiman
-          Penegasan mengenai independensi kekuasaan kehakiman (Pasal 24 ayat 1) sedangkan sebelumnya hanya dalam Penjelasan (ini sebagai konsekuensi dihapuskannya penjelasan UUD  1945)
-          Munculnya Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial
-          Penegasan tentang Judicial Review, yaitu bahwa pengujian peraturan di bawah UU oleh MA dan UU oleh MK
4.      Perkembangan Lembaga Negara
Sebagai konsekuensi logis dari pemisahan kekuasaan, maka ada Delapan Lembaga Negara yang memiliki kedudukan sederajat dan mempunyai kewenangan secara konstitusional dan UUD. Lembaga tersebut antara lain DPR, DPD, MPR, BPK, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK , KY. Masih ada lembaga negara yang lain yang fungsi dan kewenangannya di atur dalam UUD. Masing-masing adalah :
1.      TNI
2.      Kepolisian Negara Republik Indonesia
3.      Pemerintah Daerah
4.      Partai Politik
Bahkan masih ada lembaga negara yang kewenangannya di atur menurut Undang-undang dan merupakan lembaga Independen, yaitu Bank Indonesia dan Komisi Pemilihan Umum.
Sebelum amandemen, ada lembaga negara yang berada di ranah eksekutif sekarang menjadi independen. Lembaga-lembaga tersebut yaitu: Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemilihan Umum[3]

[1] Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Konstitusi yang di ampu Prof. Arief Hidayat, SH MH
[2] Mukthie Fadjar Ali, Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, In-Trans, Malang, 2003, halaman 62-63
[3] Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, 2010,  (Yogyakarta: Total Media ) halaman 125-132