Jumat, 17 April 2015

Prosedur Grasi Bagi WNA Terpidana Narkotika

Prosedur Grasi Bagi WNA Terpidana Narkotika 

Karena Anda menyebut soal Grasi, kami menyimpulkan bahwa pengedar dan penyelundup narkoba dalam pertanyaan Anda sudah menjadi terpidana dalam kasus narkotika tersebut. Hal ini karena grasi diperuntukkan bagi terpidana, yang diberikan oleh presiden sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU Grasi”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”) berbunyi:

“Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.”
Sedangkan arti terpidana itu sendiri menurut UU grasi adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 angka 2 UU Grasi).
Grasi merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden yang juga disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”):
“Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”
Mengenai grasi, hal ini hanya sedikit disinggung dalam Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada dasarnya, prosedur pemberian grasi bagi terpidana narkotika yang berstatus sebagai Warga Negara Asing (“WNA”) sama dengan prosedur pemberian grasi bagi terpidana narkotika yang berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (“WNI”). Selama WNA tersebut tunduk pada syarat dan prosedur permohonan grasi yang ditetapkan undang-undang, maka presiden dapat memberikan grasi kepada WNA terpidana pengedar dan penyelundupan narkotika yang bersangkutan. UU Grasi dan perubahannya juga tidak mengatur khusus soal permohonan grasi bagi WNA yang menjadi terpidana kasus narkotika.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya terpidana hanya dapat mengajukan permohonan grasi kepada presiden jika putusan atas kasusnya yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010.

Pemberian grasi oleh Presiden itu dapat berupa Pasal 4 ayat (2) UU Grasi
a.    peringanan atau perubahan jenis pidana;
b.    pengurangan jumlah pidana; atau
c.    penghapusan pelaksanaan pidana.
Tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi sendiri diatur dalam Bab III UU Grasi dan perubahannya. Berikut kami rangkum:
Hak Mengajukan Grasi
1.    Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama.
2.    Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana mengajukan grasi diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.

Permohonan Grasi
1.    Permohonan grasi oleh terpidana atau kuasa hukumnya diajukan kepada Presiden.
2.    Permohonan grasi dapat diajukan oleh keluarga terpidana, dengan persetujuan terpidana.
3.    Dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati, permohonan grasi dapat diajukan oleh keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana.
4.    Demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta keluarga terpidana untuk mengajukan permohonan grasi.
5.    Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi menyampaikan permohonan dimaksud kepada Presiden.
Waktu Permohonan Grasi
1.    Permohonan grasi dapat diajukan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.    Permohonan grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap
Tata Cara Permohonan Grasi
1.    Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada Presiden.
2.    Salinan permohonan grasi disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
3.    Permohonan grasi dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.
4.    Dalam hal permohonan grasi dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada Presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinannya.
5.    Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.


Berkas Perkara Permohonan Grasi
Berdasarkan penelusuran kami dalam laman resmi Pengadilan Negeri Raha, berkas perkara (untuk permohonan grasi) yang diajukan ke Presiden harus dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut:
a.    Surat Pengantar.
b.    Daftar isi berkas perkara.
c.    Akta Berkekuatan hukum tetap.
d.    Permohonan Grasi dan Akta Penerimaan Permohonan Grasi.
e.    Salinan Permohonan Grasi dari dari terpidana dan Akta Penerimaan salinan permohonan Grasi.
f.  Surat Kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau surat persetujuan untuk keluarga dari terpidana (jika ada).
g.    Foto copy Berita acara Sidang.
h.   Foto copy Putusan Pengadilan tingkat pertama.
i.    Foto copy Putusan Pengadilan tingkat Banding.
j.    Foto copy Putusan Pengadilan tingkat Kasasi.
k.   Foto copy Surat Dakwaan.
l.   Eksepsi dan Putusan sela (jika ada).
m. Foto copy Surat Tuntutan, Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada).
n.   Foto copy Penetapan Penujukan MH.
o.   Foto copy Penetapan hari sidang.
p.   BAP dari Penyidik.
q.   Dan surat-surat lain.
Contoh pemberian grasi kepada WNA terpidana kasus narkotika pernah diberikan kepada Schapelle Leigh Corby. Sebagaimana ditulis dalam Info Singkat Hukum yang kami akses dari laman resmi Dewan Perwakilan Rakyat RI, pemberian grasi kepada terpidana kasus narkotika, Schapelle Leigh Corby, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuai kontroversi.
Dalam tulisan tersebut juga dikatakan bahwa Grasi tersebut dinilai menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan narkotika dan obat terlarang di Indonesia. Corby merupakan terpidana narkotika asal Australia yang divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Denpasar, karena terbukti menyelundupkan 4,2 kilogram ganja pada tahun 2004. Grasi ini tertuang pada Keputusan Presiden Nomor 22/G Tahun 2012 dan ditetapkan pada 15 Mei 2012.  
Di samping itu, dikatakan pula bahwa pemberian grasi kepada Corby sebagai terpidana WNA tersebut merupakan hak prerogatif presiden sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 dan UU 5/2010, namun pemberian grasi tersebut dinilai kurang tepat karena kejahatan narkotika merupakan suatu kejahatan serius. Ini artinya, dasar hukum prosedur pemberian grasi terhadap terpidana WNA pada dasarnya sama dengan pemberian grasi terhadap terpidana WNI.



Dasar hukum: