Selasa, 03 Maret 2015

PEKERJA KONTRAK DAN PEKERJA MASA PERCOBAAN DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN




PEKERJA KONTRAK (PEKERJA WAKTU TERTENTU)

Perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja dapat dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Kami asumsikan yang Anda maksud dengan kontrak kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”).

Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a     pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b     pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c      pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d     pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui (lihat Pasal 59 ayat [3] UUK). Penjelasannya sebgai berikut:

1.         PKWT ini hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun danhanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (lihat Pasal 59 ayat [4] UUK).  

Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam waktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya demi hukum menjadi perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) (lihat Pasal 59 ayat [5] UUK).

Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(“Kepmenakertrans 100/2004”) bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.

Juga dalam hal PKWT dilakukan melebihi waktu 3 (tiga) tahun, maka demi hukum perjanjian kerja tersebut menjadi PKWTT (lihat Pasal 59 ayat [7] UUK).

Jadi, PKWT dibuat untuk maksimal 3 (tiga) tahun dan apabila suatu PKWT dibuat melebihi waktu tersebut demi hukum menjadi PKWTT atau dengan kata lain karyawan tersebut menjadi karyawan permanen.

2.         Sedangkan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (lihat Pasal 59 ayat [6] UUK).

Pembaharuan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan (lihat Pasal 3 ayat [5] Kepmenakertrans 100/2004).

Jadi, pembaruan perjanjian kerja ini baru dapat dilakukan setelah melewati masa 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali maksimal 2 (dua) tahun. Dan selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Konsekuensinya jika pembaharuan perjanjian kerja tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat [6] UUK maka demi hukum PKWT tersebut menjadi PKWTT.

Sebagai kesimpulan, pekerja dengan PKWT hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan diperbaharui 1 (satu) kali, sehingga bila dihitung secara keseluruhan masa PKWT beserta perpanjangan dan pembaharuan yang dimungkinkan maksimal adalah 5 (lima) tahun.






KONTRAK WAKTU TERTENTU

Memiliki kontrak waktu tertentu sangat penting dalam hubungan profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak dan kewajiban menjadi tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dicermati dalam kontrak waktu tertentu.

·         Mengikat pengusaha dan pegawai
Bagi pegawai, kontrak kerja merupakan pernyataan setuju bergabung dalam perusahaan sebagai karyawan dengan sejumlah ketentuan. Di sini, kontrak kerja bisa berfungsi sebagai pemberi rasa aman. Selain itu, juga berisi rincian tugas dan tanggung jawab.
·         Dibuat dengan Jelas
Undang-Undang No.13/ 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat d menyebutkan, pengusaha tidak boleh memberi kewajiban kerja yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah kontrak kerja, menurut Pasal 54 ayat 1 UU No.13/2003, harus memuat:

a)    Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan.
b)    Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.
c)    Jabatan atau jenis pekerjaan.
d)    Tempat pekerjaan.
e)    Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f)     Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
g)    Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
h)   Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i)     Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.


·         Tambahan yang perlu diperhatikan
a)    Tunjangan & fasilitas: Banyak perusahaan memberikan gaji kotor, sehingga pegawai mendapati pemotongan pada gajinya. Perhatikan juga tunjangan kesehatan, atau fasilitas kendaraan.
b)    Masalah pengangkatan: Perhatikan untuk kemungkinan pengangkatan. Apakah harus melalui masa percobaan dahulu, jika ya, berapa lama masa percobaan.
c)    Kontrak khusus: Jika perusahaan melakukan pengembangan dan kita turut serta didalamnya, cermati apakah pemindahan ini bersifat permanen dan status kita. Apakah sama dengan sebelumnya, atau mengikuti perusahaan yang baru.
d)    Jadwal kerja: Dalam kontrak kerja, tertulis jadwal kerja yang harus dipatuhi. Lokasi kerja juga harus disebutkan. Di samping itu, tanyakan juga jika menjalani kerja lembur, kita harus diberi fasilitas tertentu.
e)    Pemutusan hubungan kerja: Pasal ini membahas kondisi yang bisa menyebabkan pegawai dikeluarkan jika terjadi pelanggaran. Karena itu, kita perlu tahu kondisi-kondisi seperti apakah yang membuat seorang pegawai dikeluarkan.
f)     Kontrak kerja masa percobaan: Kontrak kerja ada beberapa macam, untuk pegawai tetap, untuk jangka waktu tertentu, atau proyek tertentu. Untuk kontrak jangka waktu tertentu atau sering disebut masa percobaan, umumnya tiga bulan. Dalam masa ini, ada perusahaan yang memberikan kontrak kerja, ada pula yang tidak. Di dalam kontrak masa percobaan, perlu ada kriteria yang menentukan kompetensi seorang calon pegawai diangkat sebagai pegawai tetap. Juga ada penjelasan seandainya kita merasa tidak cocok dan ingin berhenti sebelum waktu kontrak berakhir, apakah juga bisa berhenti sewaktu-waktu.

PEKERJA MASA PERCOBAAN

Perlu diketahui bahwa masa percobaan hanya dapat diberlakukan pada pekerja dengan perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) dan tidak dapat diterapkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”). Demikian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Masa percobaan dalam PKWTT bukanlah hal yang wajib diterapkan dalam suatu perusahaan pada saat menerima pekerja baru. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:

“Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkanmasa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.”

Kata-kata “dapat mensyaratkan” tersebut berarti perusahaan boleh menerapkan ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan) dan dapat juga tidak menerapkan ketentuan masa percobaan bagi pekerja baru dengan PKWTT. Dengan demikian, perusahaan dapat menerapkan PKWTT tanpa mensyaratkan masa percobaan bagi pekerjanya. Artinya, si pekerja dapat langsung menjadi pegawai tetap/permanen (PKWTT).

Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa apabila perusahaan mensyaratkan masa percobaan, maka syarat masa percobaan tersebut harus dicantumkan dalam perjanjian kerja (PKWTT). Jika tidak ada perjanjian kerja dalam bentuk tertulis, maka perusahaan harus memberitahukan syarat masa percobaan kepada pekerja dan mencantumkannya dalam surat pengangkatan.

Jika perusahaan tidak mencantumkan syarat masa percobaan dalam perjanjian kerja (PKWTT) atau surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Dengan dianggap tidak adanya ketentuan masa percobaan, maka pekerja tersebut secara langsung menjadi pekerja tetap pada perusahaan.

Pekerja yang bekerja dalam masa percobaan, tetap berhak atas upah di atas upah minimum yang berlaku (Pasal 60 ayat [2] jo. Pasal 90 ayat [1] UU Ketenagakerjaan). Jika perusahaan memberikan upah di bawah upah minimum yang berlaku, maka perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta (Pasal 185 ayat [1] jo. Pasal 90 ayat [1] UU Ketenagakerjaan).

Jadi, pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk menerapkan ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan) bagi pekerja dengan PKWTT sebelum menerima pekerja tersebut sebagai pekerja tetap di perusahaan. Akan tetapi, pada umumnya perusahaan menerapkan masa percobaan untuk melihat apakah kemampuan pekerja tersebut memenuhi standar perusahaan.

Apabila pekerja tersebut tidak memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan, maka apabila masa percobaan selesai dan perusahaan tidak mau mempekerjakan pekerja tersebut lebih lanjut, perusahaan berhak mengakhiri PKWTT pekerja tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak diwajibkan memberikan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Kewajiban membayar uang pesangon sebagaimana diatur Pasal 156 UU Ketenagakerjaan hanya berlaku untuk pemutusan hubungan kerja dengan pekerja tetap (PKWTT).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar