Minggu, 22 Maret 2015

PIDANA BERSYARAT DAN PIDANA/HUKUMAN PERCOBAAN



PIDANA BERSYARAT DAN PIDANA/HUKUMAN PERCOBAAN

Pidana bersyarat, yang dalam praktik hukum sering disebut dengan pidana/hukuman percobaan, adalah sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya bergantung pada syarat-syarat tertentu atau kondisi tertentu. Seperti misalnya, pidana harus dijalankan jika sebelum masa percobaan tersebut selesai, orang tersebut melakukan tindak pidana. Ini berarti jika orang tersebut tidak melakukan tindak pidana selama masa percobaan, maka pidana tersebut tidak perlu dijalankan. Karena pidana bersyarat tersebut bergantung pada apakah orang tersebut melakukan tindak pidana selama masa percobaan, maka sering disebut dengan pidana percobaan.

Pidana bersyarat adalah pidana dengan syarat-syarat tertentu. Pidana bersyarat ini diatur dalam Pasal 14a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang  berbunyi:

(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.

Sederhananya, Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” (hal. 183-184) menjelaskan mengenai pidana penghukuman bersyarat (pidana bersyarat) yang diatur dalam Pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP, bahwa apabila seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan. Kecuali, kemudian ditentukan lain oleh hakim, seperti apabila si terhukum dalam tenggang waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti kerugian kepada si korban dalam waktu tertentu.  
Wirjono (Ibid, hal. 184) juga menambahkan bahwa dalam praktik, hukuman semacam ini jarang sekali dijalankan karena si terhukum akan berusaha benar-benar dalam masa percobaan tidak melakukan suatu tindak pidana dan syarat khusus biasanya dipenuhi. Di samping itu, apabila syarat-syarat dipenuhi, hukuman tidak otomatis dijalankan, tetapi harus ada putusan lagi dari hakim dan ada kemungkinan hakim belum memerintahkan supaya hukuman dijalankan, yaitu apabila misalnya si terhukum dapat menginsafkan hakim bahwa si terhukum dapat dimaafkan dalam hal ini tidak memenuhi syarat-syarat. Dalam praktik, mungkin sekali penghukuman bersyarat ini sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman.   
Jadi, berdasarkan bunyi Pasal 14a KUHP, khususnya dalam ayat (2) dan penjelasan Wirjono di atas dapat kita lihat bahwa pidana bersyarat memiliki keterkaitan dengan masa percobaan selama pidana bersyarat itu dilakukan, yakni suatu pemidanaan dimana pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan (salah satunya) karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut habis. Inilah yang kemudian dalam praktiknya, pidana bersyarat disamakan dengan pidana percobaan.
Di samping itu, Anandito Utomo, S.H. dalam artikel Arti Pidana Bersyarat dan Pembebasan Bersyarat juga menyatakan bahwa pidana bersyarat adalah pidana dengan syarat-syarat tertentu, yang dalam praktik hukum disebut dengan pidana/hukuman percobaan. Penjelasan lebih lanjut soal pidana bersyarat dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam artikel tersebut.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, dalam sistem peradilan anak juga dikenal istilah pidana bersyarat, yakni disertai syarat umum dan syarat khusus. Apa saja itu? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Pidana Bersyarat Terhadap Anak dalam Praktik.  
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar