Minggu, 01 September 2013

PANDANGAN HUKUM PERPAJAKAN BAGI PENANAMAN MODAL SELAKU WAJIB PAJAK


PANDANGAN HUKUM PERPAJAKAN BAGI PENANAMAN MODAL 
SELAKU  WAJIB PAJAK
BERDASARKAN PP NOMOR 1 TAHUN 2007 DIKAITKAN DENGAN UU NOMOR 25 TAHUN 2007 DAN PASAL 6 DAN PASAL 31 A UU NOMOR 36 TAHUN 2008






Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini, dimana perekonomian Indonesia semakin berkembang, maka juga semakin dibutuhkan modal yang semakin banyak. Modal dapat berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri. Investasi merupakan salah satu instrument dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi baik daerah maupun nasional. Perkembangan investasi sangat terkait dengan berbagai faktor, yang turut mempengaruhi peningkatan investasi diantaranya adalah potensi sumberdaya alam, infrastruktur penunjang maupun iklim investasi yang kondusif. Ikilim investasi sangat terkait dengan kebijakan dibidang penanaman modal baik menyangkut peraturan di bidang penanaman modal, maupun peraturan pelaksanaannya yang akan berdampak pada sistem dan prosedur pelayanan kepada investor.
Selama ini salah satu faktor yang menghambat peningkatan investasi di Indonesia adalah iklim investasi yang tidak kondusif yang menyebabkan lemahnya daya saing kita dalam menarik investasi terutama investasi asing. Hal ini disebabkan karena lemahnya penegakan peraturan di bidang penanaman modal yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelayanan penanaman modal kepada investor.
Pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberikan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Peraturan tersebut yaitu PP Nomor 1 Tahun 2007. PP tersebut dikeluarkan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan di daerah tertentu. Selain PP tersebut, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.
Selain penanaman modal, pajak juga sebagai sumber utama penerimaan Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Salah satu jenis pajak yang secara umum diwajibkan kepada perorangan mauoun perusahaan adalah pajak penghasilan (PPh). PPh tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Khususnya pada Pasal 6 diatur mengenai perhitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, dan Pasal 31 A yang mengatur tentang fasilitas perpajakan kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Pasal 31 A ini berhunbungan dengan PP Nomor 1 Tahun 2007.
Pada uraian di atas telah disebutkan beberapa peraturan, yaitu PP Nomor 1 Tahun 2007, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Lalu apakah ketiga peraturan tersebut ada benang merah antara satu dengan yang lain?
Dalam menghitung Pajak Penghasilan salah satu unusur yang sangat penting dan sering menjadi sengketa antara wajib pajak dengan Fiskus adalah Pengurang Penghasilan Bruto atau biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP). Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh, khususnya pada Pasal 6 memperluas biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan misalnya biaya promosi dan penjualan, biaya beasiswa, piutang tak tertagih, dan sumbangan yang dapat dibiayakan.
Biaya yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha berupa biaya promosi boleh dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut tentu saja merupakan angin segar bagi wajib pajak karena segala biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha tidak boleh dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto. Biaya lain yang boleh dikurangkan dari penghasilan yaitu biaya beasiswa. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, dikatakan bahwa beasiswa yang dapat dibiayakan meliputi pemberian beasiswa kepada bukan pegawai seperti pelajar dan mahasiswa tetapi tetap memperhatikan kewajarannya. Sebelumnya hanya biaya beasiswa untuk pegawai Wajib Pajak yang boleh dibiayakan, dalam UU tersebut diperluas kepada siapa saja. Maka hal tersebut akan memberikan insentif kepada Wajib Pajak untuk membantu pendidikan masyarakat Indonesia sehingga membantu tugas pemerintah untuk memberikan fasilitas pendidikan kepada masyarakat.
Sedangkan pada Pasal 31 A Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, diatur mengenai fasilitas perpajakan kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, yaitu sebagai berikut.
(1)  Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk:
a.    Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan;
b.    Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c.    Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan
d.    Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimakasud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tertinggi dalam skala nasional serta pemberian fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam ayat (2) tersebut diatas jelas bahwa pemberian fasilitas perpajakan diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Seperti halnya dalam Pasal 31 A ayat (1), dalam PP tersebut juga diatur mengenai bentuk fasilitas perpajakan dengan lebih lengkap.
Selain berkaitan dengan PP Nomor 1 Tahun 2007, Pasal 31 A UU Nomor 36 Tahun 2008 juga berkaitan dengan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya dalam Pasal 18 ayat (4). Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dalam UUPM sedikit berbeda dengan PP Nomor 1 Tahun 2007 dan Pasal 31 A UU PPh, yaitu sebagai berikut:
(4)  Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:
a.  Pajak penghasilan melalui pengurangan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b.  Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c.   Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d.  Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e.  Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f.    Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah arau kawasan tertentu.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan dalam rangka pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan di daerah tertentu, pendalaman struktur industri, melalui penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Seperti telah diketahui bahwa ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang pembangunan belum merata dan pertumbuhan ekonomi daerah masih rendah. Oleh karena itu dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya di daerah-daerah tertentu.
Selama ini kendala dalam pemberian pelayanan kepada investor, selain tidak ditunjang oleh perangkat peraturan yang mendukung pelaksanaan program peningkatan investasi, juga tidak diimbangi dengan tersedianya sarana prasarana pendukung serta kualitas aparat pelayanan penanaman modal yang belum sepenuhnya menguasai peraturan di bidang penanaman modal. Selain itu juga pelayanan penanaman modal kepada investor juga sangat terkait dengan belum adanya kesamaan persepsi diantara instansi yang terkait dengan pelayanan penanaman modal dalam memandang keberadaan investor yang akan berinvestasi di daerah.

Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati
Ruko Newton Street U1 No. 1 Cibubur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar