Kamis, 06 November 2014

PEMBATALAN HAK ATAS TANAH

Pembatalan Hak Atas Tanah
Pasal 1 angka 14 Permenag 9/99 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum tetap.
Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan: (a) keputusan pemberian hak; (b) sertifikat hak atas tanah; dan (c) keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah. Pembatalan hak atas tanah tersebut diterbitkan karena cacat hukum administratif dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pembatalan hak atas tanah dilakukan dengan keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan (“Menteri”), dimana Menteri dapat melimpahkan kepada Kepala dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yakni Kantor Badan Pertanahan Nasional di tingkat Propinsi (“Kantor Wilayah”) atau Pejabat yang ditunjuk.




1.      Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrative
Yang dimaksud dengan cacat hukum administratif berdasarkan Pasal 107 Permenang 9/99 adalah (i) kesalahan prosedur, (ii) kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, (iii) kesalahan subyek hak, (iv) kesalahan objek hak, (v) kesalahan jenis hak, (vi) kesalahan perhitungan luas, (vii) terdapat tumpang tindih hak atas tanah, (viii) data yuridis atau data fisik tidak benar, atau (ix) kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.
Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena (i) permohonan dari yang berkepentingan atau (ii) Pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif melalui permohonan dari yang berkepentingan diajukan langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan, yakni Badan Pertanahan Nasional di tingkat Kabupaten/Kota (“Kantor Pertanahan”). Sedangkan, pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif tanpa melalui permohonan oleh Pejabat yang berwenang dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan keputusan pemberian hak atau sertifikatnya tanpa adanya permohonan.

2.      Pembatalan hak atas tanah karena putusan pengadilan

Sertifikat tanah adalah merupakan alat bukti hak atas tanah yang kuat dan selama tidak ada alat bukti lain yang dapat membuktikan bahwa kebenaran dari isi Sertifikat itu salah atau tidak benarmaka segala sesuatu yang terdapat didalam isi atau merupakan bagian dari sertifikat tersebut haruslah dianggap benar, akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi kesalahan dalam pembuatan suatu sertifikat. Adalah BPN atau yang dikenal sebagai Badan Pertanahan Nasional yang merupakan Instansi Pemerintah yang bertugas untuk mengeluarkan suatu Sertifikat Hak Milik Atas Tanah dan juga turut bertanggung jawab apabila terjadi suatu kesalahan dalam mengeluarkan suatu Sertifikat. Pembatalan suatu Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional disebabkan oleh adanya faktor-faktor yaitu, karena adanya cacat hukum administratif dan karena mengikuti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Adanya cacat hukum administratif biasanya disebabkan oleh adanya kelalaian dari para pihak ataupun juga petugas kantor BPN yang menangani masalah pembuatan Sertifikat Tanah tersebut, untuk itu proses pengecekan merupakan hal yang sangat penting pada saat pembuatan suatu Sertifikat dan diperlukan adanya sanksi yang tegas bagi para pihak yang terkait didalamnya. Dan dalam hal mengikuti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, didalamnya suatu proses pembuktian menjadi hal yang sangat penting untuk dapat melindungi pemilik tanah yang sebenarnya dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab serta kewenangan hakim untuk memutuskan suatu sengketa yang telah masuk dan diselesaikan dalam proses pengadilan, yang mana putusan tersebut sifatnya mengikat para pihak yang terkait didalamnya.

Pasal 1 ayat (1) PMNA / KBPN Nomor 9 Tahun 1999 mendefinisikan: “pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacad hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Sementara pasal-pasal lainnya dari regulasi di atas mengatur bahwa:
Pasal 3
(1) Pemberian dan pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pemberian dan pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan dan Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 104
(1) Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
(2) Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 106
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
(2) Permohonan pembatalan hak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan (kabupaten/kota).

Pasal 107
Cacad hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah:
a. Kesalahan prosedur;
b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan subjek hak;
d. Kesalahan objek hak;
e. Kesalahan jenis hak;
f. Kesalahan perhitungan luas;
g. Terdapat tumpang tindis hak atas tanah;
h. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau
i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukun administratif.

Pasal 108
(1) Permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan secara tertulis.
(2) Permohonan pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya;
b. Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yurisis dan data fisik:
a. Nomor/jenis hak atas tanah;
b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan
tanggal dan nomor Surat Ukur);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
3. Lain-lain:
Alasan permohonan pembatalan;
Keterangan lain yang dianggap perlu.

Pasal 109
Alasan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dilampiri dengan:
1. Mengenai pemohon:
a. Jika perorangan: foto copy surat identitas, surat bukti kewarganegaraan;
b. Jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. mengenai tanahnya Nomor/jenis hak atas tanah;
a. foto copy surat keputusan dan atau sertipikat;
b. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

Pasal 116
(1) Dalam hal permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan langhsung kepada Menteri, setelah menerima berkas permohonan Menteri memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk:
1. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta kepada pemohon untuk melengkapinya;
2. mencatat dalam formulir isian sesuai contoh Lampiran 34.
(2) Menteri meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila data yuridis dan data fisik permohonan pembatalan dianggap kurang memenuhi syarat, menterio dapat memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian atau Pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian atau memerintahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan untuk meneliti kembali data yuridis dan data fisik dan melaporkan hasilnya kepada Menteri.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi dasar pertimbangan untuk memutuskan dapat atau tidaknyadikabulkan permohonan pembatalan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Selanjutnya Menteri memutuskan permohonan tersebut dengan menerbitkan keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

Pasal 117
Terhadap permohonan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif yang diajukan langsung kepada Kepala Kantor wilayah diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.

Pasal 118
Keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (3), Pasal 115 ayat (3), Pasal 116 ayat (5) dan Pasal 117 disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.

Sementara itu, bila Pembatalan Hak Atas Tanah diajukan guna menindaklanjuti Putusan Pengadilan Yang Telah Memperolah Kekuatan Hukum Tetap, berlakulah ketentuan Pasal 124 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yakni:
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan atas permohonan yang berkepentingan.
(2) Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau yang pada intinya sama dengan itu.

Pasal 125
(1) Permohonan pembatalan hak karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan langsung kepada Meteri atau Kepala Kantor Wilayah atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Satu permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya untuk satu atau beberapa hak atas tanah tertentu yang letaknya dalam satu Kabupaten/Kota.

Bila permohonan demikian tidak mendapat tanggapan dari instansi terkait, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara:
(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusansedangkan hal itu menjadi kewajibannyamaka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak di terimanya permohonan,Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Pada dasarnya bagi yang merasa memiliki sengketa hak atas tanah, dimana pihak Anda merasa sebagai pemilik yang sah atas suatu hak atas tanah, secara kasuistik harus dilihat dari karakteristik perkaranya terlebih dahulu. Untuk cacat formil/prosedural yang dilakukan pihak penerbit sertifikat hak atas tanah, maka dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas produk pejabat Tata Usaha Negara (TUN, salah satunya pejabat BPN/Kantor Pertanahan) selama tidak lebih dari 90 hari sejak terbitnya produk pejabat TUN demikian; atau menggunakan mekanisme permohonan sebagaimana diuraikan di atas.
Namun, bila terdapat didalamnya unsur sengketa kepemilikan, semisal terjadi penerbitan oleh BPN atas Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda, maka dapat diajukan gugatan ke pengadilan negeri (PN), dimana pihak Kantor Pertanahan penerbit SHM sebagai Turut Tergugat, dimana fungsi “Turut Tergugat” dalam acara perdata ialah guna tunduk pada isi putusan, semisal untuk “Menyatakan SHM No… batal, dan memerintahkan kepada Kantor Pertanahan bantul untuk mencoret SHM No… tersebut dari buku tanah.” (808hr)




Kantor Hukum Kalingga

Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati Juwana Km. 3 Pati

(024)76670350
0821 3875 4004
2AB48511



Tidak ada komentar:

Posting Komentar