Senin, 10 Februari 2014

HAK PRIVILEGE dan HAK RETENSI




Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Mengenai hak privilege dapat Anda lihat dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu suatu hal yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Menurut J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, mengatakan bahwa dari perumusan dalam Pasal 1134 KUHPer, tampak bahwa hak istimewa diberikan oleh undang-undang, artinya: piutang-piutang tertentu, yang disebutkan oleh undang-undang, secara otomatis mempunyai kedudukan yang didahulukan. Hak privilege ini bersifataccesoir dan tidak dapat berdiri sendiri.
Lebih lanjut J. Satrio (ibid, hal. 28-29) mengatakan bahwa para pihak tidak dapat memperjanjikan suatu privilege, artinya memperjanjikan bahwa tagihan yang timbul dari perjanjian yang mereka tutup mengandung privilege; semua privilege adanya ditentukan secara limitatif oleh undang-undang dan bahkan orang tidak diperkenankan untuk memperluasnya dengan jalan penafsiran terhadap perikatan-perikatan (tagihan-tagihan), yang tidak secara tegas di dalam undang-undang, dinyatakan sebagai hak tagihan yang diistimewakan.
Menurut J. Satrio (ibid, hal. 29-30) privilege harus dituntut, harus dimajukan, artinya kalau pemilik tagihan yang diistimewakan tinggal diam saja, maka tagihannya dianggap sebagai tagihan biasa (konkuren). Pemilik tagihan tersebut harus menuntut agar ia dimasukkan dalam daftar tingkatan menurut tingkat yang diberikan kepadanya menurut undang-undang dan dengan demikian mendapat pelunasan menurut urutan tingkatnya dalam daftar.
Privilege lain daripada gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, ia bukan merupakan hak kebendaan. Pemilik hak tagih yang diistimewakan pada asasnya tidak mempunyai hak-hak yang lebih dari orang lain. Ia tidak mempunyai hak untuk menjual sendiri benda-benda atas mana ia mempunyai hak yang didahulukan untuk mengambil pelunasan, ia tidak mempunyai hak yang mengikuti bendanya kalau benda itu ada di tangan pihak ketiga (droit de suite). Kelebihannya hanya bahwa atas hasil penjualan benda tertentu/semua benda milik debitur, ia didahulukan di dalam mengambil pelunasannya. Mengenai apa saja yang termasuk ke dalam hak privilege ini dapat dilihat dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPer.
Hak retensi
Sedangkan mengenai hak retensi (retentie), J. Satrio, (ibid, hal. 20), menjelaskan bahwa hak retensi adalah hak yang diberikan kepada kreditur tertentu, untuk menahan benda debitur, sampai tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunasi, sebagaimana terdapat dalam Pasal 575 ayat (2), Pasal 1576, Pasal 1364 ayat (2), Pasal 1616, Pasal 1729, dan Pasal 1812 KUHPer.
Pasal 575 ayat (2) KUHPer:
Selanjutnya ia berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula ía berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini.
Pasal 1576 KUHPer:
Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.
Pasal 1364 ayat (2) KUHPer:
Orang yang menguasai barang itu berhak memegangnya dalam penguasaannya hingga pengeluaran-pengeluaran tersebut diganti.
Pasal 1616 KUHPer:
Para buruh yang memegang suatu barang milik orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada barang itu, berhak menahan barang itu sampai upah dan biaya untuk itu dilunasi, kecuali bila untuk upah dan biaya buruh tersebut pemberi tugas itu telah menyediakan tanggungan secukupnya.
Pasal 1729 KUHPer:
Penerima titipan berhak menahan barang titipan selama belum diganti semua ongkos kerugian yang wajib dibayar kepadanya karena penitipan itu.
Pasal 1812 KUHPer:
Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.
Lebih lanjut, J. Satrio (ibid, hal 20) mengatakan bahwa hak retensi/menahan tersebut memberikan tekanan kepada debitur agar segera melunasi utangnya. Kreditur dengan hak retensi sangat diuntungkan dalam penagihan piutangnya. Hak retensi berbeda dengan hak-hak jaminan kebendaan yang lain, karena ia tidak diperikatkan secara khusus, tidak diperjanjikan, dan bukan diberikan oleh undang-undang dengan maksud untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari “hasil penjualan” benda-benda debitur, tetapi sifat jaminan di sana muncul demi hukum, karena ciri/sifat daripada lembaga hukum itu sendiri. Namun demikian, ia tetap bukan merupakan privilege, karena privilege ditentukan sebagai demikian oleh undang-undang.Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesiasalah satu makna retensi adalah penyimpanan atau penahanan.
Dalam hukum, hak retensi kerap dikaitkan dengan pemberian kuasa.Mengenai pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1792-1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Lebih jauh bisa Anda simak dalam artikel Aturan Pemberian dan Penerimaan Kuasa dan Ciri dan Isi Surat Kuasa Khusus.
Maksud dari hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahansesuatu yang menjadi milik pemberi kuasa karena pemberi kuasa belum membayar kepada penerima kuasa hak penerima kuasa yang timbul daripemberian kuasa. Ketentuan mengenai hal ini dapat kita temui dalam Pasal 1812 KUHPer:
“Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.”
Hak retensi ini dimiliki antara lain oleh advokat. Advokat yang menerima kuasa dari kliennya memiliki hak retensi akibat dari pemberian kuasa tersebut. Apabila terdapat kewajiban, misalnya pembayaran biaya jasa hukum, yang belum dipenuhi oleh kliennya, maka advokat dapat menggunakan hak retensinya untuk menahan kepunyaan kliennya. Misal, advokat dapat menahan berkas atau dokumen-dokumen perkara kliennya ketika honorariumnya belum dibayarkan oleh klien.
Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam Kode Etik Advokat disebutkan bahwa hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.
Jadi, hak retensi adalah hak dari penerima kuasa untuk menahan kepunyaanpemberi kuasa yang ada padanya sampai pemberi kuasa memenuhi kewajiban yang timbul dari pemberian kuasa.
Sumber www.hukumonline.com


Kantor Hukum Kalingga
Jl. Pamularsih Raya No. 104 A Semarang
Jl. Pati-Juwana KM. 03 Pati

(024) 76670350
HandPhone : 0821 3875 4004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar